Lembaran Baru Harapan Tenaga Honorer
Jeck – Compas kota News
Senin, 18 Juli 2022
Wacana penghapusan status pegawai honorer di lingkungan pemerintahan membawa pembicaraan hangat di tengah masyarakat khususnya pegawai yang berstatus tenaga honorer. Wacana ini muncul setelah dikeluarkan Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 Perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam surat itu terdapat 6 pokok penting yang disampaikan Menteri PANRB Tjahjo Kumulo. Berkaitan dengan poin tersebut, saya mencoba menelisik implikasi hukum berkaitan kepada poin ke-6 yang menyebutkan: Berkaitan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka penataan ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan agar para pejabat pembina kepegawaian:
a. Melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK
b. Menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN
c. Dalam hal instansi pemerintah membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan dan satuan pengamanan dapat dilakukan melalui tenaga ahli daya (outsourcing) oleh pihak ketiga dan status tenaga alih daya (outsourcing) bukan merupakan tenaga honorer pada instansi yang bersangkutan
d. Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi calon PNS maupun calon PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023.
e. Bagi pejabat pembinaan kepegawaian yang tidak mengindahkan amanat sebagaimana tersebut di atas dan tetap mengangkat pegawai non-ASN akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun eksternal pemerintah.
Saya mencoba mengkaji seberapa kuat dampak yang dirasakan oleh tenaga honorer di dalam lingkup pemerintahan. Pemerintah mulai mencoba memperhatikan nasib para tenaga honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun namun belum ada hilal kejelasan terhadap nasib pekerjaannya.
Keberadaan tenaga honorer ini tidak jelas jika berpijak kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Pada pasal 6 yang disebut sebagai bagian dari pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah PNS dan PPPK.
Ketidakpastian keberadaan honorer dalam UU ASN otomatis juga akan berakibat kepada hak dan kewajiban yang akan dirasakan oleh tenaga honorer tersebut. Sedangkan jika berkaca kepada Pasal 21, PNS berhak memperoleh hak: a. gaji, b. tunjangan, dan fasilitas, c. cuti, d. jaminan pensiun dan jaminan hari tua, e. perlindungan dan f. pengembangan kompetensi.
Selanjutnya bagian kedua berkenaan kepada hak PPPK pada Pasal 22, PPPK berhak memperoleh: a. gaji dan tunjangan, b. cuti, c. perlindungan dan d. pengembangan kompetensi. Lantas pada poin ini, bagaimana penjaminan hak tenaga honorer di Indonesia? Apakah sudah sepantasnya pemerintah menghapuskan status tenaga honorer dalam status birokrasi pemerintahan di Indonesia?
Jika nantinya dihapuskan, bagaimana penjaminan tenaga honorer agar tidak terjadi gelombang pengangguran, sebab dampak psikologis dari pengangguran tersebut dapat menyebabkan efek yang kurang baik bagi penganggur itu sendiri maupun bagi keluarganya. Terlebih lagi jika angka pengangguran yang sangat tinggi bisa menyebabkan terganggunya stabilitas keamanan.
Sedangkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak. Salah satu tindakan pemerintah untuk menekan angka pengangguran adalah dengan membuka kesempatan kerja melalui pengadaan pegawai negeri sipil.
Huru-Hara Polemik Honorer
Regulasi kelembagaan perangkat daerah dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat membawa konsekuensi terhadap adanya pengembangan kelembagaan organisasi perangkat daerah dan banyaknya jabatan fungsional umum serta tidak dapat diisi oleh PNS berdasarkan kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang dibutuhkan.
Dalam melakukan perencanaan perekrutan SDM dari tenaga honorer dilakukan melalui tiga langkah. Pertama, penentuan jabatan kosong, hal ini terkait dengan adanya pegawai yang mengundurkan diri, pensiun, meninggal dunia dan akibat adanya ekspansi/perluasan organisasi.
Kedua, penentuan syarat jabatan, meliputi keahlian, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Ketiga, penentuan metode dan syarat perekrutan CPNS dari Tenaga Honorer berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012.
Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau yang dikenal saat ini dengan nama Tenaga Honorer. Pegawai Tidak Tetap (PTT) non APBN dan APBD adalah pegawai tidak tetap yang diangkat oleh Pejabat Pembuat Komitmen seperti halnya kepala dinas, kepala badan, kepala sekolah maupun kepala instansi pemerintah lainnya yang sumber gajinya berasal dari kemampuan anggaran masing-masing organisasi yang mengangkatnya. Seperti halnya guru, maupun tenaga kebersihan dan keamanan kantor.
Ketetapan tersebut merupakan antisipasi atas keterbatasan dari ketersediaan pegawai beserta bentuk keseriusan pemerintah dalam melayani masyarakat. Tetapi dalam melaksanakan kebijakan pengangkatan tenaga honorer tersebut pemerintah daerah tidak mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku. Karena tidak mempertimbangkan aspek kuantitas dan kualitas dari tenaga honorer yang akan diangkat sesuai porsi yang dibutuhkan.
Maka penghapusan status tenaga honorer yang akan mulai pada 2023 dinilai sudah tepat, seperti perihal jumlah PNS akan terus dikurangi, dengan catatan penting bahwa penghapusan tenaga honorer ini harus jelas penjaminannya. Seperti dipromosikan untuk mengikuti seleksi CPNS/PPPK, serta melindungi hak nya sebagai tenaga kerja (outsourcing) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjaminan Tenaga Outsourcing
Perubahan status tenaga alih daya (outsourcing) bukan sebagai tenaga honorer pada instansi yang bersangkutan sesuai dengan Surat Menteri PANRB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 seperti yang telah diuraikan di atas. Outsourcing diartikan sebagai penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui dua mekanisme, yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja.
Melalui skema outsourcing harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahunn 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja. Berdasarkan ketentuan ini pemerintah harus mencermati setiap ketentuan peraturan yang berlaku agar tidak menimbulkan konflik ke depannya.
Melalui kebijakan penghapusan status honorer dalam birokrasi pemerintahan, artinya pemerintah mulai melakukan transformasi dalam birokrasi PNS dalam melayani masyarakat dengan lebih baik. Kejelasan honorer akan berakibat kepada kepastian hukum agar tidak ada lagi masyarakat menuntut hak sebagai pegawai pemerintah berstatus tenaga honorer yang secara nyata tidak disebutkan dalam UU ASN keberadaannya.