Serang,COMPAS KOTA NEWS.COM – Aliran retribusi parkir di tepi jalan umum (TJU) ada targetnya. Kontribusinya pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkot Serang tidak mencapai target. Ke mana gerangan aliran duit parkir bermuara selama ini?
Pemkot Serang, pada 2018, menargetkan retribusi TJU sebesar Rp 1.331.271.800 yang terealisasi Rp 410.445.000, pada 2019 dari target Rp 1.331.271.800 realisasinya Rp 529.030.000.
Pada 2020, karena dua tahun realisasi rendah, pemkot menurunkan target menjadi Rp 500.000.000 dan terealisasi mencapai Rp 559.998.000. Pada 2021, Pemkot Serang kembali menaikkan target retribusi parkir sebesar Rp 1.294.650.000 tapi realisasi Rp 897.957.000.
Realisasi retribusi parkir tahun 2021 sebagaimana tertuang dalam LHP BPK pada keuangan Pemkot Serang Nomor 22A/LHP/XVIII.SGR/05/2022 tanggal 24 Mei 2022, termasuk data per tahun berdasarkan audit BPK dalam dokumen yang didapat tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Banten.
Di Kota Serang sendiri, masalah parkir tepi jalan umum ada di kewenangan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Serang. Dishub menyebar sebanyak 500 juru parkir (jukir) dan 13 koordinator di 74 titik parkir. Mereka disebar dan dibekali Surat Perintah Tugas (SPT) sebagai identitas resmi.
Salah satu koordinator parkir, bernama Heri membenarkan tugas para koordinator menarik uang parkir dari para jukir. Dia mengaku tak pernah menargetkan besaran setoran yang harus diberikan jukir.
Kata Heri, tarif parkirnya terlalu kecil di titik TJU. Tarif kendaraan roda dua Rp 1.000, sedangkan untuk kendaraan roda empat Rp 2.000. Heri menginstruksikan jukir menarik tarif kendaraan roda dua saja.
“Roda empat nggak ditarik karena prosesnya lama, bongkar muat biasanya. Jadi sekarang mah roda dua aja (ditarik parkir). Sesuai aplikasi (karcis) Rp 1.000 per kendaraan roda dua,” kata Heri, akhir September lalu.
Heri juga menjelaskan bahwa setiap jukir sudah dibekali Surat Perintah Tugas (SPT) dan karcis parkir baik untuk roda dua maupun roda empat. Tapi, karcis tersebut baru dikasih jika ada pengendara yang meminta.
Dia mengawasi sekitar 10 jukir di 5 titik parkir. Besaran setoran per harinya hanya mampu terkumpul Rp 5-10 ribu dari setiap titik yang diawasi.
Heri menjelaskan, kecilnya pendapatan karena para jukir lebih banyak menyumbangkan uang tersebut ke masjid. Sebagian lainnya menyetorkan ke oknum di Kota Serang yang ia sebut sebagai beking (backing).
“Nggak berjalan (target). Selama ini yang setor ke saya hanya beberapa orang, padahal sudah saya jelasin harus ada PAD yang tercapai,” sambungnya.
Parkir tepi jalan umum (TJU) di Pasar Karangantu, Kasemen, Kota Serang.
Setoran jukir
Jukir di Jl Diponegoro-Veteran, mengaku harus menyetor setiap hari kepada koordinator sebesar Rp 75.000. Setoran ini dia berikan setelah enam jam bekerja dari pukul 16.30-22.00 WIB atau setelah shift-nya selesai.
“Kalau sekarang (setoran) Rp 75.000, besarannya beda-beda, gimana keramaiannya,” kata jukir tidak bisa disebut identitasnya atas alasan tertentu kepada tim KJI pada Agustus lalu.
Kepada tim, jukir itu juga menunjukkan SPT yang diberikan dari Dishub Kota Serang. Khusus di jalan ini, ada 11 titik parkir dengan 33 jukir dan 1 koordinator. Puluhan jukir itu dibagi jam kerjanya antara pagi, siang, dan malam.
Pada shift siang, setoran paling besar ada di depan salah satu bank di jalan ini. Jukirnya harus menyetor sebesar Rp 200.000.
“Antara bank satu dan lainnya (setoran) beda-beda. Ada yang masih Rp 35.000 dari jam 4 sore-10 malam. Setoran siang beda lagi. Setoran siang paling gede di bank BCA, bisa sampai Rp 200.000 karena ramai, kalau malam beda lagi saya nggak tau,” tuturnya.
Jukir lainnya yang bertugas di sekitar restoran cepat saji di jalan ini mengaku harus menyetor Rp 70.000 kepada koordinator tempat. Dia juga menyetor setiap hari.
“Nah itu mah urusan koordinator (besaran setoran). Kalau di luar (parkir kewenangan Dishub), itu perorangan yang langsung nyetor,” ujar jukir yang bertugas di sekitar restoran cepat saji.
Berdasarkan SPT yang dilihat tim, uang dari para jukir harus disetorkan kepada koordinator. Setoran yang terkumpul di koordinator harus disetorkan kembali ke Dishub setiap harinya.
Di lapangan, para jukir mengenal dua koordinator. Ada koordinator tempat dan koordinator wilayah. Diduga, salah satu dari koordinator tersebut merupakan oknum.
“Ada (oknum dari empat instansi),” jelasnya.