Sejarah Kebaya Indonesia dan Kampanyekan Kebaya Goes To UNESCO

oleh
Dian Sastro ditemui pada saat acara Kebaya Goes To UNESCO di Jakarta

CompasKotaNews.com – Kampanye Kebaya Goes to UNESCO baru-baru ini diluncurkan oleh banyak organisasi. Selain perannya sebagai masyarakat, mahasiswa, istri pejabat, dan seniman Dian Sastrowaldyo, Kebaya juga turut serta dalam gerakan UNESCO. Ratusan wanita baru-baru ini mengikuti Parade Indah Bar Kebaya di kawasan National Mall pusat kota Washington, DC, AS. Kegiatan ini merupakan bentuk dukungan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington DC serta masyarakat dan diaspora Indonesia dalam upaya mendaftarkan kebaya sebagai warisan takbenda UNESCO. Gerakan Goes to UNESCO diketahui bertujuan untuk mendaftarkan kebaya sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

Kebaya dikenal sebagai salah satu pakaian yang sangat mudah ditemukan di Indonesia. Gaun ini sering digunakan di berbagai acara resmi seperti resepsi dan promosi. Pakaian kebaya saat ini memiliki banyak model yang berbeda dengan jenis kain yang berbeda. Kebaya tidak hanya dikenakan oleh ibu-ibu, tetapi juga banyak digunakan oleh anak muda di Jepang.

Kebaya bali yang dikenakan pada saat acara resepsi di swis

Kata kebaya berasal dari kata Arab abaya, yang berarti jubah atau pakaian longgar. Pada masa lalu, kebaya dipakai dalam kombinasi dengan selendang dan sarung dan juga banyak dikenakan oleh wanita Indonesia dan Melayu. Bentuk asli kebaya konon berasal dari kerajaan Majapahit, tempat permaisuri dan selir raja Sebelum kedatangan Islam pada abad ke-9, orang Jawa banyak mengenal istilah-istilah.

Selanjutnya dengan masuknya Islam, pakaian yang dikenakan oleh masyarakat disesuaikan dengan ukuran dada Pada masa itu, orang membuat semacam kain luar berupa kain tipis untuk menutupi punggung, bahu, dan lengan. Penggunaan kebaya sejak zaman dahulu tercatat secara resmi saat bangsa Portugis pertama kali mendarat di Indonesia.

Parade Kebaya Nusantara di Tabanan Bali Tahun 2022

Di mana catatan itu menyatakan bahwa kebaya adalah pakaian wanita Indonesia pada abad ke-15 dan ke-16, catatan itu menyatakan bahwa kebaya hanya dikenakan oleh priyai, atau bangsawan. Namun seiring berjalannya waktu, kebaya banyak diadopsi oleh masyarakat adat, termasuk perempuan petani, yang mengenakan kebaya dari kain tipis dan diikat bagian depan dengan peniti. Grace W. Susanto, dalam bukunya Mlaku Thimik-Thimik, menyatakan bahwa pengaruh budaya luar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan dan ragam kebaya. Jenis kebaya yang ada saat ini dapat dikatakan merupakan akulturasi budaya Jawa dengan berbagai pengaruh budaya lainnya. Kebaya dapat diklasifikasikan menjadi kebaya Jawa, kebaya Betawi, kebaya Sunda, kebaya Bali, kebaya Madura dan kebaya Melayu. Masing-masing kebaya ini memiliki ciri khas tersendiri. (red)

BACA JUGA :  Lurah Klodran Kecamatan Walantaka Keliling Kampung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *