Lebak Banten || Compaskotanews.com — Masyarakat Kabupaten Lebak, khususnya Kecamatan Maja, tengah dihebohkan oleh perilaku tidak pantas dari Kepala Desa Pasirkembang, JK, yang dinilai melecehkan profesi wartawan dan organisasi kemasyarakatan.
Insiden bermula ketika wartawan mencoba mengkonfirmasi beberapa isu kepada JK. Namun, alih-alih memberikan jawaban yang tidak beretika, JK malah merespons dengan umpatan dan kata-kata kotor, mencoreng citra pejabat publik yang seharusnya dijaga dengan baik.
Mamik Selamet, Koordinator BK-LSM Lebak, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap JK. “Perilaku seperti itu tidak mencerminkan seorang pejabat publik. Apa bedanya dengan preman?” ujar Mamik kepada wartawan. Mamik menekankan bahwa sebagai pejabat publik, Kades seharusnya bisa menjaga sikap dan perilaku karena mereka adalah perpanjangan tangan dari pemerintah.
Senada dengan Mamik, aktivis organisasi kemasyarakatan Hasan Basri mendesak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk segera menindak JK. “Kades adalah pemimpin yang sudah disumpah untuk mengabdi pada masyarakat. Seharusnya dia bisa menjadi contoh yang baik,” katanya.
Hasan menekankan pentingnya tindakan tegas dari DPMD dan Camat agar perilaku JK bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Jika tidak, nama baik lembaga pemerintah bisa ikut tercoreng akibat ulah segelintir oknum Kades tersebut. “Jangan alergi atau takut dikritik. Jika sikap tersebut terus berlanjut, patut diduga ada sesuatu yang disembunyikan, mungkin di duga adanya tindakan korupsi dalam kegiatan pembangunan,” tambahnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Lebak (AJUL), Galuh Malpiana, turut angkat bicara. Menurutnya, tindakan pelecehan dan intimidasi terhadap wartawan kerap terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai tugas dan fungsi jurnalis. “Upaya konfirmasi adalah bagian dari kode etik jurnalistik demi keseimbangan informasi. Narasumber seharusnya memanfaatkan hak jawab mereka jika merasa perlu,” jelas Galuh.
Galuh juga menambahkan bahwa narasumber berhak untuk tidak menjawab jika tidak mau, tetapi jangan merespons dengan umpatan dan kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat diterima. “Jika narasumber paham tugas wartawan tapi tetap merespons dengan kekerasan, ada indikasi kuat bahwa mereka menyembunyikan sesuatu,” ujarnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, wartawan harus mengedepankan etika dan menjaga martabat pers. “Sebagai wartawan, kita juga harus menjaga etika dalam menjalankan tugas. Ini penting agar hubungan antara wartawan dan narasumber tetap harmonis dan profesional,” Imbuh Galuh.
Kasus ini menyoroti perlunya pendidikan dan sosialisasi yang lebih intensif tentang peran dan tanggung jawab wartawan kepada pejabat publik. Selain itu, tindakan tegas dari pihak berwenang terhadap pelanggaran semacam ini sangat dibutuhkan untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Komitmen dan integritas pejabat perangkat Desa menjadi sorotan utama dalam membangun kepercayaan publik terutama kepada para insan pers.
Semoga insiden ini menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya menjaga profesionalisme dan etika, baik dalam tugas jurnalistik maupun dalam pelayanan publik oleh para Kades. Dengan demikian, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih aman bagi semua pihak yang terlibat.
(Tf/red)