Serang Kabupaten, 29 September 2024 || Compaskotanews.com —
Kehidupan Nenek Nari yang tinggal di rumah reot di Kampung Pasir Babakan, Desa Babakan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang, kembali mencuat ke permukaan setelah sorotan dari media Compaskotanews.com. Selama puluhan tahun, Nenek Nari harus bertahan hidup di rumah berdinding bilik dan beralaskan tanah. Ironisnya, kondisi memprihatinkan ini seakan luput dari perhatian pihak pemerintah setempat.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh penggiat publik Toni Firdaus, Nenek Nari bersama anaknya mengungkapkan bahwa Camat Bandung tak pernah berkunjung ke rumah mereka. “Belum pernah,” kata Nalim, anak Nenek Nari, saat ditanya tentang apakah camat pernah melihat kondisi rumah mereka yang sudah banyak berlubang dan hampir roboh.
Baru-baru ini, Pejabat Kepala Desa (Plh) Desa Babakan, Suntari, datang memberikan sedikit bantuan. Namun, kedatangan ini dianggap terlambat dan hanya terjadi setelah media melaporkan kehidupan Nenek Nari yang memprihatinkan. Hal ini mengundang pertanyaan tentang bagaimana pemerintah desa mengelola dan menyalurkan bantuan bagi warganya yang paling membutuhkan.
Ketika menyangkut pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari tahun 2020 hingga 2024, Nenek Nari mengaku hanya sekali menerima bantuan tersebut, dan itupun tidak penuh. Nalim, anak Nenek Nari yang saat ini tidak memiliki pekerjaan tetap, menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap warga miskin ekstrem di desa mereka.
Keberadaan dana desa yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah seharusnya menjadi peluang bagi pemerintah desa untuk meningkatkan kesejahteraan warga, terutama bagi mereka yang tinggal di rumah-rumah dengan kondisi yang tidak layak huni seperti milik Nenek Nari. Namun, hingga kini, masih banyak rumah yang berdinding bilik dan beralaskan tanah di Desa Babakan.
Peran pemerintah desa dan kecamatan dalam mengatasi kemiskinan ekstrem seperti yang dialami Nenek Nari tampaknya masih minim. Padahal, camat dan kepala desa seharusnya menjadi garda terdepan dalam mendata dan memastikan bantuan sampai kepada warganya yang membutuhkan.
Kritik terhadap Camat Bandung pun semakin kuat. Sebagai pemimpin wilayah, camat seharusnya tidak hanya duduk di kantor, tetapi juga turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi warganya. Banyak warga berharap camat dapat menjadi contoh bagi aparat desa dalam hal pengelolaan data warga miskin dan penyaluran bantuan.
Menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) tidak hanya soal menggugurkan kewajiban datang ke kantor setiap hari. Lebih dari itu, ASN diharapkan peka terhadap kondisi warganya, terutama mereka yang hidup dalam kemiskinan. Dalam kasus Nenek Nari, kegagalan pemerintah setempat untuk menyalurkan bantuan tepat waktu menunjukkan adanya masalah dalam pendataan dan distribusi bantuan.
Kondisi rumah Nenek Nari bukan satu-satunya di Desa Babakan. Masih ada beberapa rumah lain yang kondisinya serupa, bahkan lebih parah. Warga di desa tersebut berharap ada perhatian lebih dari pemerintah, tidak hanya janji-janji, tetapi juga tindakan nyata untuk memperbaiki taraf hidup mereka.
Selain itu, masyarakat setempat juga meminta agar pemerintah desa dan kecamatan lebih aktif dalam melakukan kunjungan ke daerah-daerah terpencil untuk memastikan tidak ada warga yang terabaikan. Pemerintah diharapkan bisa segera memperbaiki rumah-rumah tak layak huni dan memberikan bantuan yang berkelanjutan bagi warga miskin.
Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin menurun. Oleh karena itu, langkah nyata dan keseriusan dalam penanganan kemiskinan perlu segera dilakukan agar kisah seperti Nenek Nari tidak terulang kembali.
(Tf/red)