Jakarta, 05 Maret 2025 || Compaskotanews.com – Di tengah upaya Kementerian BUMN melakukan pembersihan di tubuh perusahaan negara, PT Pupuk Indonesia justru mencatatkan kerugian besar hingga Rp8,3 triliun. Situasi ini memicu beragam spekulasi, mulai dari dugaan manipulasi laporan keuangan hingga keterlibatan mafia di sektor industri pupuk.
Menurut Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute, Iskandarsyah, kerugian tersebut bukan sekadar akibat kondisi pasar atau operasional, melainkan adanya indikasi penyimpangan keuangan yang serius. Ia menilai bahwa sejumlah laporan keuangan PT Pupuk Indonesia menyimpan kejanggalan yang berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Iskandarsyah mendesak Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) untuk segera mengambil langkah tegas. Ia bahkan mendorong pemanggilan Direktur Utama serta Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia guna mempertanggungjawabkan dugaan penyelewengan tersebut.
“Ini uang negara, bukan milik pribadi atau kelompok tertentu. Harus ada pertanggungjawaban yang jelas agar dana ini bisa dikembalikan ke negara untuk kepentingan rakyat,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa dugaan ini bukan hanya sekadar asumsi, tetapi berdasarkan data audit yang menunjukkan adanya selisih mencurigakan dalam laporan keuangan perusahaan. Beberapa transaksi bahkan dinilai tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Dugaan penyimpangan ini semakin diperkuat dengan temuan mengenai rekening yang tidak disajikan dalam laporan neraca keuangan PT Pupuk Indonesia. Nilainya pun tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp7,978 triliun. Jumlah ini terdiri dari Kas yang Dibatasi Penggunaannya sebesar Rp707,874 miliar dan Penempatan Deposito Berjangka Rp7,270,50 miliar.
“Di laporan arus kas, ada penyisihan kas sebesar Rp707,874 miliar. Seharusnya, neraca mencantumkan rekening Kas yang Dibatasi Penggunaannya. Tapi jika rekening itu tidak ada, maka ini bisa menjadi indikasi adanya praktik korupsi,” ungkap Iskandarsyah, mengutip dari dokumen audit yang ia peroleh.
Sementara itu, hasil audit terbaru menunjukkan perbedaan signifikan dalam saldo deposito PT Pupuk Indonesia. Per 31 Desember 2022, saldo awal deposito tercatat Rp12,784 triliun. Namun, pada akhir tahun 2023, saldo ini menyusut drastis menjadi Rp4,121 triliun.
Jika ditelusuri lebih dalam, jumlah transaksi pengeluaran kas dan saldo awal deposito selama tahun 2023 seharusnya mencapai Rp20,054 triliun. Namun, setelah dikurangi saldo akhir, ditemukan adanya pencairan deposito yang tidak tercatat sebesar Rp15,932 triliun.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi keuangan di tubuh PT Pupuk Indonesia. Para pengamat menilai bahwa praktik ini berpotensi melibatkan lebih dari sekadar kesalahan akuntansi, tetapi juga indikasi pelanggaran hukum yang lebih serius.
Kondisi ini semakin memperburuk citra PT Pupuk Indonesia di tengah upaya pemerintah untuk memperbaiki tata kelola perusahaan BUMN. Apalagi, industri pupuk memiliki peran vital dalam ketahanan pangan nasional, sehingga setiap penyimpangan keuangan di sektor ini dapat berdampak luas bagi petani dan masyarakat.
Di sisi lain, pihak manajemen PT Pupuk Indonesia hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan tersebut. Namun, sejumlah sumber internal perusahaan menyebutkan bahwa investigasi internal telah dilakukan untuk menelusuri kejanggalan dalam laporan keuangan.
Menteri BUMN Erick Thohir sendiri telah menegaskan bahwa dirinya tidak akan memberi toleransi terhadap segala bentuk penyimpangan di lingkungan BUMN. Ia meminta agar aparat penegak hukum segera mengusut tuntas dugaan tersebut demi menjaga kepercayaan publik terhadap perusahaan negara.
Namun, beberapa pengamat menilai bahwa permasalahan ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan sanksi administratif semata. Jika terbukti ada unsur kesengajaan dalam manipulasi laporan keuangan, maka para pelakunya harus diproses secara hukum guna memberikan efek jera.
Pakar ekonomi dan akuntansi publik juga menyoroti pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap laporan keuangan BUMN. Mereka menyarankan agar audit independen dilakukan secara berkala untuk mencegah praktik kecurangan yang dapat merugikan negara.
Kasus PT Pupuk Indonesia ini pun menjadi ujian bagi komitmen pemerintah dalam memberantas mafia di sektor BUMN. Jika langkah tegas tidak segera diambil, dikhawatirkan kasus serupa akan terus berulang di perusahaan-perusahaan negara lainnya.
Publik kini menunggu perkembangan lebih lanjut dari kasus ini. Apakah Kejaksaan Agung akan segera turun tangan? Ataukah permasalahan ini akan kembali tenggelam tanpa penyelesaian yang jelas?
Yang pasti, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap PT Pupuk Indonesia dan BUMN secara keseluruhan.
(Tf/red)