Lamongan || Compaskotanews.com – Seorang pria asal Bojonegoro ditangkap polisi setelah terbukti menjual pupuk subsidi di atas harga eceran tertinggi (HET) dan di luar wilayah pemasaran. Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh Polda Jawa Timur, yang menyita 30 ton pupuk subsidi dalam operasi tersebut.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Dirmanto menyebutkan bahwa pelaku membeli pupuk subsidi di Lamongan dan menjualnya kembali dengan harga lebih tinggi. Akibatnya, terjadi kelangkaan pupuk di wilayah tersebut, yang berimbas pada kesulitan petani dalam mendapatkan pupuk dengan harga terjangkau.
“Pelaku merupakan warga Bojonegoro, dia membeli pupuk subsidi dari Lamongan lalu menjualnya kembali dengan harga yang lebih mahal,” ujar Dirmanto dalam konferensi pers di Polda Jatim, Rabu (5/3/2025).
Menurut kepolisian, pelaku berinisial QMR ini sudah menjalankan aksinya selama beberapa waktu hingga akhirnya terdeteksi. Modus yang digunakan adalah membeli pupuk subsidi dalam jumlah besar, lalu menjualnya di luar daerah dengan harga jauh di atas HET.
Penyelidikan ini bermula dari laporan petani yang kesulitan mendapatkan pupuk subsidi di Lamongan. Polisi kemudian melakukan penelusuran hingga menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam distribusi pupuk subsidi tersebut.
“Setelah dilakukan penyelidikan, kami menemukan indikasi bahwa pupuk subsidi yang seharusnya untuk petani di Lamongan malah dijual ke luar daerah dengan harga lebih tinggi,” kata Dirmanto.
Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Pranatal Hutajulu menambahkan, penjualan pupuk subsidi di luar wilayah distribusi yang telah ditentukan merupakan pelanggaran hukum. Pupuk subsidi seharusnya hanya dijual kepada petani yang berhak sesuai data resmi dari pemerintah.
“Pupuk subsidi itu telah diatur mekanisme distribusinya. Tidak bisa dijual bebas, apalagi dengan harga di atas HET. Ini jelas merugikan petani dan bertentangan dengan kebijakan pemerintah,” jelas Pranatal.
Dalam kasus ini, pelaku dijerat dengan Pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Jika terbukti bersalah, pelaku terancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara serta denda hingga Rp2 miliar.
Polda Jatim menegaskan bahwa mereka akan terus mengawasi peredaran pupuk subsidi agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang ingin mencari keuntungan pribadi. Polisi juga mengimbau masyarakat, terutama petani, untuk segera melapor jika menemukan indikasi penyelewengan pupuk subsidi di wilayah mereka.
“Kami tidak akan ragu menindak tegas siapa pun yang terbukti mempermainkan distribusi pupuk subsidi. Ini demi kesejahteraan petani dan kelancaran produksi pertanian di Jawa Timur,” tegas Dirmanto.
Sementara itu, salah satu petani di Lamongan, Suroto (52), mengaku lega dengan pengungkapan kasus ini. Menurutnya, kelangkaan pupuk subsidi dalam beberapa waktu terakhir memang membuat para petani kesulitan, terutama saat musim tanam.
“Kalau pupuk langka atau harganya mahal, jelas kami yang paling dirugikan. Kami berharap pemerintah dan polisi terus mengawasi agar pupuk subsidi benar-benar sampai ke petani,” ujar Suroto.
Di sisi lain, pengamat pertanian dari Universitas Brawijaya, Dr. Heru Santoso, menilai bahwa pengawasan terhadap distribusi pupuk subsidi harus diperketat. Menurutnya, penyelewengan pupuk subsidi sering terjadi karena adanya celah dalam sistem distribusi yang masih bisa dimanfaatkan oknum tertentu.
“Pemerintah perlu memperbaiki sistem distribusi agar lebih transparan dan memastikan bahwa pupuk subsidi benar-benar hanya bisa diakses oleh petani yang berhak,” kata Heru.
Kasus ini menjadi pengingat bagi para pelaku usaha agar tidak mencoba mengambil keuntungan dari subsidi yang seharusnya diberikan kepada petani. Pemerintah juga diminta untuk lebih aktif dalam mengawasi dan memperbaiki sistem distribusi pupuk subsidi.
Hingga saat ini, penyelidikan masih terus berlanjut. Polisi akan mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, termasuk apakah ada jaringan yang lebih besar dalam praktik penyelewengan pupuk subsidi di wilayah Jawa Timur.
Dengan adanya penindakan tegas ini, diharapkan distribusi pupuk subsidi ke depannya bisa lebih transparan dan sesuai dengan peruntukannya. Petani pun bisa mendapatkan pupuk dengan harga yang seharusnya, tanpa harus terbebani oleh ulah pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi.
(Tf/red)