SERANG KOTA || Compaskotanews.com – Kejaksaan Tinggi Banten resmi menetapkan Syukron Yuliadi Mufti, Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP), sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan.
Penetapan status tersangka dilakukan pada Senin, 14 April 2025, di kantor Kejati Banten. Syukron tampak mengenakan rompi tahanan berwarna pink saat digiring oleh petugas menuju mobil tahanan untuk selanjutnya dititipkan di Rumah Tahanan Kelas IIB Serang.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten, Rangga Adekresna, menjelaskan bahwa proyek pengelolaan dan pengangkutan sampah yang dimenangkan PT EPP memiliki nilai kontrak sebesar Rp75,9 miliar dan ditandatangani pada Mei 2024.
Namun, dalam prosesnya, penyidik menemukan adanya indikasi kolusi antara Syukron dan Wahyunoto Lukman, Kepala DLH Tangsel saat itu. Keduanya diduga telah bekerja sama untuk mengatur klasifikasi usaha PT EPP agar bisa memenuhi syarat administratif sebagai pemenang proyek.
“SYM (Syukron Yuliadi Mufti) dan WL (Wahyunoto Lukman) bersekongkol dalam proses pengurusan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia,” ungkap Rangga kepada awak media.
Klasifikasi usaha tersebut sangat penting sebagai dasar legalitas PT EPP untuk menjalankan proyek pengelolaan dan pengangkutan sampah di wilayah Tangsel.
Tak hanya itu, penyidik juga menemukan adanya persekongkolan dalam pembentukan badan usaha baru bernama CV Bank Sampah Induk Rumpintama (BSIR). Dalam proses pembentukan ini, selain Syukron dan Wahyunoto, terdapat nama Agus Syamsudin yang berperan sebagai direktur.
Fakta mencengangkan lainnya, proyek yang seharusnya dikerjakan oleh PT EPP justru dilimpahkan ke sejumlah perusahaan lain seperti CV BSIR, PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, hingga PT SKS.
Dengan kata lain, PT EPP tidak menjalankan kewajibannya sesuai kontrak, tetapi tetap menerima pembayaran penuh sebesar Rp75,9 miliar dari anggaran negara.
“PT EPP menerima seluruh pembayaran pengelolaan dan pengangkutan sampah meski faktanya mereka tidak mengerjakan langsung proyek tersebut,” tambah Rangga.
Akibat perbuatannya, Syukron dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.
Pihak Kejati Banten menyatakan akan terus mendalami aliran dana dari proyek tersebut dan membuka peluang pemanggilan terhadap pihak-pihak lain yang diduga turut terlibat.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut dana miliaran rupiah dari APBD yang seharusnya digunakan untuk pelayanan publik di bidang kebersihan dan lingkungan.
Pengungkapan kasus ini menambah deretan kasus korupsi yang ditangani oleh Kejati Banten sepanjang 2025, sekaligus menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proyek-proyek pengadaan jasa pemerintah.
Hingga berita ini diturunkan, tim penyidik masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap dokumen-dokumen dan keterangan saksi untuk memperkuat pembuktian dalam proses hukum selanjutnya.
Langkah hukum terhadap Syukron dan pihak-pihak terkait juga diharapkan mampu mencegah praktik serupa di proyek-proyek strategis daerah lainnya.
(Tf/red)