
Serang Kota || Compaskotanews.com —
Pemerintah Kota Serang tengah mengambil langkah tegas terhadap lurah-lurah yang dinilai tidak disiplin. Dalam rapat paripurna yang membahas perubahan aturan pajak daerah, sebanyak 27 dari 67 lurah se-Kota Serang tercatat tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Hal ini memicu respons keras dari Wali Kota Serang, KBR ( Kang Budi Rustandi.)
KBR mengumumkan bahwa seluruh lurah yang absen akan dikenai sanksi berupa pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Kebijakan ini langsung dilimpahkan kepada Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) untuk ditindaklanjuti.
“Kalau tidak hadir ya potong saja TPP-nya. Saya sudah perintahkan kepada BKPSDM, lurah yang malas dan tidak mau bekerja, tidak perlu diberi tambahan penghasilan,” tegas KBR dalam pernyataannya, Kamis (3/7).
Menurut data absen resmi, hanya 40 lurah dari total 67 yang hadir dalam rapat penting tersebut. Sisanya mangkir tanpa konfirmasi atau surat pemberitahuan, meski topik rapat berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Wali Kota KBR menekankan bahwa kehadiran lurah sangat penting, terutama dalam agenda strategis seperti pembahasan perubahan aturan pajak daerah yang berdampak langsung pada masyarakat. Ia menilai ketidakhadiran itu menunjukkan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai pemimpin wilayah.
“Kalau mereka datang, mereka bisa menyampaikan hasil pembahasan kepada masyarakat. Tapi kalau tidak hadir, bagaimana bisa menjelaskan dan mensosialisasikan kebijakan?” ujarnya dengan nada kecewa.
Ia menambahkan bahwa posisi lurah bukan hanya administratif, tetapi juga representatif dalam menjembatani komunikasi antara pemerintah daerah dan masyarakat. Karena itu, kehadiran dalam forum resmi seperti rapat paripurna adalah kewajiban, bukan pilihan.
Dalam kebijakan yang berlaku, pemotongan TPP memang dimungkinkan sebagai bentuk sanksi atas pelanggaran disiplin kerja. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
TPP sendiri merupakan insentif tambahan yang diberikan kepada PNS, CPNS, dan PPPK berdasarkan evaluasi kinerja, kedisiplinan, dan kontribusi terhadap target organisasi. Maka, jika salah satu indikator ini tidak dipenuhi, pemotongan dianggap sah secara hukum.
Budi berharap langkah tegas ini bisa menjadi peringatan keras agar semua lurah lebih menghargai tanggung jawab mereka. Ia juga menyampaikan bahwa tidak ada toleransi bagi pegawai negeri yang tidak menjalankan tugas dengan sungguh-sungguh.
“Kita bekerja untuk masyarakat, bukan untuk duduk-duduk saja. Kalau ingin dihargai, maka harus mau bekerja,” katanya.
Tindakan tegas dari Wali Kota ini juga mendapat perhatian publik. Sebagian warga menilai keputusan tersebut wajar, mengingat pentingnya peran lurah dalam menginformasikan kebijakan baru ke tingkat bawah.
Namun di sisi lain, ada juga suara yang meminta Pemkot Serang memberi ruang klarifikasi kepada para lurah yang tidak hadir, untuk memastikan bahwa ketidakhadiran mereka bukan karena alasan darurat atau teknis.
BKPSDM sendiri telah mulai memverifikasi absensi dan akan mengumumkan hasilnya dalam waktu dekat. Apabila terbukti ada pelanggaran disiplin, sanksi akan langsung diberlakukan sesuai ketentuan.
Langkah ini menjadi sinyal bahwa Pemerintah Kota Serang ingin menegakkan kedisiplinan dan akuntabilitas di jajaran perangkat daerah. Dalam situasi apapun, pelayanan publik tetap harus berjalan optimal, terutama di tengah perubahan kebijakan yang langsung menyentuh kehidupan warga.
Jika diterapkan konsisten, kebijakan pemotongan TPP bisa menjadi alat kontrol yang efektif untuk memastikan aparat pemerintah daerah tidak abai terhadap tugasnya. Kota Serang pun diharapkan bisa menjadi contoh disiplin birokrasi yang kuat di tingkat lokal.
(Toni f/red)