
Fhoto Ketua MPR RI adakan Workshop dan dialog antisipasi anggaran dana desa di tahun 2024.
Jakarta || Compaskotanews.com — Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) memperingatkan kepala desa terhadap potensi penyalahgunaan dana desa yang mencapai Rp 70 triliun pada tahun ini. Hingga pertengahan Oktober 2023, baru sekitar Rp 54,71 triliun atau 78,2 persen dari total anggaran yang terealisasi.
Bamsoet mengungkapkan kekhawatirannya terkait risiko penyalahgunaan dana desa sebagai alat politik, terutama menjelang Pemilu Serentak 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Penggunaan dana desa sebagai media kampanye atau alat untuk memaksakan orientasi politik tertentu menjadi perhatian serius.
Pernyataan ini disampaikan saat Bamsoet menghadiri Workshop ‘Pengelolaan Keuangan Desa yang Akuntabel dalam Rangka Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi Desa yang Berkelanjutan’ di Kebumen, yang diselenggarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Ketua DPR RI ke-20 menyoroti potensi penyelewengan dana desa dalam seluruh siklus pengelolaan anggaran, termasuk perencanaan, pelaksanaan, pengadaan barang dan jasa, pertanggungjawaban, serta monitoring dan evaluasi. Bentuk penyalahgunaan meliputi penggelembungan dana, penggunaan untuk urusan pribadi, proyek fiktif, dan tindak penggelapan anggaran.
Bamsoet mencatat bahwa data statistik menunjukkan peningkatan kasus korupsi dana desa dari tahun ke tahun. KPK mencatat 851 kasus selama periode 2015 hingga 2022, melibatkan 973 orang pelaku, di mana separuhnya adalah kepala desa.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menyoroti besarnya anggaran per desa yang mencapai Rp 1,1-1,3 miliar sebagai faktor penyebab tingginya potensi korupsi. Kurangnya penguatan sistem monitoring dan evaluasi, serta rendahnya kepatuhan perangkat desa terhadap prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif, bersih, dan bebas dari KKN, juga menjadi kendala.
Bamsoet mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi penggunaan dana desa, menekankan pentingnya partisipasi dalam mengatasi kelemahan demokrasi keterwakilan. Demi memastikan kebijakan yang diambil dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, ia mendorong pendekatan yang lebih partisipatif dalam pengelolaan anggaran, dikenal sebagai participatory budgeting.
(Tf/red)