
LSM Macan Tunggal Banten menjadi pihak pertama yang melontarkan falam dugaan serius tersebut. Dengan reputasi sebagai pengawas independen yang kerap mengungkap penyalahgunaan anggaran, mereka menyebut adanya indikasi kuat bahwa dana ketahanan pangan di desa ini tidak dikelola sebagaimana mestinya.
Ketua LSM, Sapturi Rais, menegaskan bahwa pihaknya telah berupaya melakukan komunikasi resmi dengan pemerintah desa. Namun, respons yang mereka terima justru membuat curiga. “Kami sudah mengirim surat permintaan klarifikasi, tapi sama sekali tidak direspons. Ada kesan mereka menutup diri dan menyembunyikan sesuatu,” ujar Sapturi.
Fokus utama sorotan LSM adalah penggunaan dana ketahanan pangan dari tahun anggaran 2022 hingga 2024. Program yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan petani dan memperkuat ketersediaan pangan lokal ini justru diduga menjadi ajang bancakan oknum tak bertanggung jawab.
Dalam upaya membongkar dugaan penyimpangan tersebut, LSM Macan Tunggal Banten telah mengajukan permintaan resmi untuk mengakses dokumen-dokumen penting. Di antaranya adalah Surat Permintaan Harga dari Tim Pengelola Kegiatan (TPK) kepada penyedia barang, hingga Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) program ketahanan pangan.
Dokumen-dokumen ini dianggap krusial untuk menelusuri jejak aliran dana dan memastikan transparansi dalam proses pengadaan barang maupun pelaksanaan program. Sayangnya, hingga kini permintaan tersebut belum dikabulkan oleh pemerintah desa.
Tak hanya LSM, tim investigasi Awak media akan turun langsung ke lapangan. Mereka akan mewawancarai sejumlah warga, perangkat desa, hingga pihak-pihak yang diduga terlibat.
Tujuannya jelas dalam mengurai benang kusut dugaan korupsi dan menyajikan fakta kepada publik.
Langkah selanjutnya, Awak media berencana melakukan konfirmasi langsung dengan Kepala Desa Waringin Kurung. Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan untuk mendapatkan kejelasan, terutama terkait dugaan penutupan akses informasi publik.
Tidak hanya itu, jika investigasi menemukan bukti yang cukup, rencana membawa kasus ini ke aparat penegak hukum pun telah disiapkan. “Kami tidak ingin kasus ini menguap begitu saja. Uang rakyat harus dipertanggungjawabkan,” tegas salah satu anggota tim investigasi.
Di tengah polemik yang memanas, suara masyarakat menjadi faktor penentu. Warga Desa Waringin Kurung diimbau untuk berani memberikan informasi, meskipun dalam situasi penuh tekanan. Awak media berjanji melindungi identitas setiap pelapor yang menyampaikan data valid.
Beberapa warga mengaku resah, namun enggan berbicara secara terbuka. Rasa takut terhadap tekanan dari pihak tertentu menjadi alasan utama mereka memilih bungkam. Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutupi.
Bagi pemerhati transparansi anggaran, kasus Desa Waringin Kurung menjadi contoh nyata betapa sulitnya mewujudkan keterbukaan informasi di tingkat desa. Padahal, dana desa merupakan salah satu instrumen vital dalam pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Jika dugaan ini terbukti, maka peristiwa di Waringin Kurung bukan hanya soal penyalahgunaan anggaran, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanat rakyat. Hal ini akan menjadi preseden buruk bagi program dana desa yang kini berjalan di seluruh Indonesia.
LSM Macan Tunggal Banten Sapturi menegaskan, mereka tidak akan berhenti hingga keadilan ditegakkan. “Kami akan kawal kasus ini sampai ada kepastian hukum,” pungkas Sabturi.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik Banten. Semua pihak menanti langkah tegas aparat hukum dan transparansi penuh dari pemerintah desa. Sebab, di balik setiap rupiah dana desa, ada harapan masyarakat yang tidak boleh dikhianati.
(Tf/red)