Ketua Umum ABPEDNAS Kritik Larangan Rangkap Jabatan Anggota BPD dan P3K, Tidak Sejalan dengan UU Desa dan Regulasi Mendagri

oleh

PRESS RELEASE
Ketua Umum ABPEDNAS Kritik Larangan Rangkap Jabatan Anggota BPD dan P3K: Tidak Sejalan dengan UU Desa dan Regulasi Mendagri

Jakarta,CompasKotaNews.Com
1 Oktober 2025 — Ketua Umum Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (ABPEDNAS), Indra Utama, menegaskan penolakannya terhadap Surat Edaran yang melarang anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merangkap jabatan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Floating Ad with AdSense
X

Menurut Indra Utama, aturan tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap hierarki peraturan perundang-undangan, karena keberadaan dan fungsi BPD telah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD.

Dalam UU Desa Pasal 55 disebutkan bahwa:
“Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa.”

Sementara dalam Permendagri 110 Tahun 2016 Pasal 31 ditegaskan bahwa:
“Keanggotaan BPD berakhir apabila meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan karena tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPD.”
— dan tidak ada ketentuan yang menyebutkan larangan rangkap jabatan sebagai ASN maupun P3K.

“Harus dipahami, undang-undang tentang desa maupun peraturan daerah tetap tunduk pada undang-undang yang lebih tinggi. Dalam UU Desa dan Permendagri 110, tidak ada ketentuan yang melarang anggota BPD merangkap jabatan sebagai ASN atau P3K. Apalagi BPD bukan ASN yang memiliki jam kerja dari pukul 08.00 pagi sampai 17.00 sore. Anggota BPD hanya bekerja sesuai undangan, yakni saat membahas musyawarah desa (Musdes) atau peraturan desa (Perdes). Jadi tidak ada alasan kuat melarang BPD rangkap jabatan,” tegas Indra.

BACA JUGA :  Pj Wali Kota Serang dan Kadisnaker Moch Popy Nopriadi, Intensifkan Monitoring Penyaluran THR di MoS dan Hypermart

Lebih lanjut, Indra menjelaskan bahwa tunjangan anggota BPD di banyak desa masih sangat minim, bahkan ada yang hanya Rp150 ribu per bulan. Kondisi ini jelas berbeda dengan kepala desa atau perangkat desa yang memperoleh siltap (penghasilan tetap) serta berkantor setiap hari.

“Meski anggota BPD dipilih langsung oleh masyarakat desa, sama seperti anggota DPR, tetapi dari sisi penghasilan dan tunjangan, ibarat bumi dan langit. Karena itu ABPEDNAS menilai larangan rangkap jabatan ini tidak adil, tidak berpihak pada kesejahteraan anggota BPD, dan justru berpotensi melemahkan peran BPD dalam pembangunan desa,” jelasnya.

ABPEDNAS menegaskan sikapnya tidak setuju dengan adanya Surat Edaran pelarangan rangkap jabatan tersebut. Menurut Indra Utama, seharusnya pemerintah justru memberikan perhatian lebih kepada anggota BPD yang selama ini memiliki peran penting dalam fungsi pengawasan dan check and balance sebagaimana diatur dalam UU Desa dan Permendagri 110/2016, namun belum mendapat penghargaan yang layak.

“Kalau mau melarang, seharusnya ada dasar hukum yang kuat dan ada solusi bagi kesejahteraan anggota BPD. Jangan sampai kebijakan yang terburu-buru justru mematikan semangat pengabdian masyarakat di desa,” tutup Indra Utama.
(Rie/Red)