
Kontroversi Suara Bocor di Live Instagram: Admin Medsos Eri Cahyadi Mundur, Ungkap Strategi Konten Palsu di Balik Kinerja Walkot Surabaya
Surabaya, CompasKotaNews.com – Sebuah insiden memalukan melanda tim media sosial Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Suara admin yang bocor saat siaran langsung Instagram mengungkap rahasia strategi konten yang dirancang untuk memoles citra pemerintahan. Akibatnya, Hening Dzikrillah, sosok di balik akun medsos tersebut, memilih mundur dari jabatannya. Kejadian ini menjadi sorotan netizen dan memicu perdebatan soal transparansi di ranah digital pemerintahan kota.
Profil Hening Dzikrillah: Sang Pengelola Konten Digital Eri Cahyadi
Hening Dzikrillah bukan nama asing bagi pengikut setia akun Instagram resmi Wali Kota Surabaya, @ericahyadireal. Sebagai admin utama, ia bertugas mengelola konten harian yang menampilkan berbagai kegiatan Eri Cahyadi, mulai dari kunjungan lapangan hingga program unggulan kota. Dengan sentuhan kreatifnya, Hening sering kali menyulap momen-momen sederhana menjadi narasi inspiratif yang menarik ribuan like dan share.
Latar belakang Hening sebagai profesional media sosial membuatnya dipercaya untuk membangun brand pribadi sang walikota di platform digital. Namun, di balik layar yang selalu ceria itu, ternyata tersimpan dinamika kerja yang kini terbongkar lebar. Insiden ini bukan hanya mengguncang tim internal, tapi juga membuka tabir soal bagaimana konten pemerintahan dibuat untuk memenuhi ekspektasi publik.
Kronologi Insiden: Suara Bocor Ungkap “Settingan” Konten Kinerja
Kejadian memalukan itu terjadi saat tim sedang menyiapkan live streaming di akun Instagram Walkot Surabaya. Tanpa diduga, suara Hening terekam dan langsung menyebar ke seluruh penonton. Dalam cuplikan berdurasi singkat itu, terdengar jelas pembicaraan internal tim tentang rencana unggah ulang video kegiatan walikota.
Rekaman viral tersebut menangkap dialog Hening yang menyebut: “Kalau seperti ini, kan bagus kalau Pak turun dulu. Videonya kita simpan aja, besok pas lagi hujan kita pakai. Epok-epok keliling gitu.” Ucapan ini diikuti tawa teman timnya, yang menambahkan: “Tiba-tiba suaranya muncul, hahaha!” Hening pun merespons dengan nada canggung: “Nggak lucu banget.”
Frasa “epok-epok” yang berarti berpura-pura menjadi sorotan utama. Netizen langsung ramai menyoroti dugaan manipulasi konten, di mana video kegiatan asli disimpan dan diedit ulang untuk disesuaikan dengan kondisi cuaca atau agenda lain. Video ini dengan cepat menyebar di TikTok, Twitter (X), dan grup WhatsApp, mencapai jutaan views dalam hitungan jam. Banyak yang menyebutnya sebagai “blunder medsos” terbesar di kalangan pejabat daerah tahun ini.
Pengunduran Diri Hening: Akibat Langsung dari Viralitas Rekaman
Tak lama setelah rekaman tersebut menjadi tren, Hening Dzikrillah mengambil langkah drastis: mengundurkan diri dari posisinya sebagai admin medsos Eri Cahyadi. Keputusan ini diumumkan secara internal pada hari yang sama, meski belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemkot Surabaya. Sumber dekat tim mengatakan bahwa Hening merasa bertanggung jawab penuh atas kebocoran tersebut, yang disebabkan oleh kesalahan teknis saat jeda live.
Hingga kini, akun Instagram @ericahyadireal tetap aktif, tapi tanpa sentuhan khas Hening. Penggantinya belum diumumkan, dan Pemkot Surabaya belum merespons permintaan komentar terkait isu ini. Beberapa analis media sosial menilai, kepergian Hening bisa berdampak pada engagement akun tersebut, mengingat ia dikenal sebagai ahli dalam menciptakan konten viral.
Dampak Lebih Luas: Pelajaran Transparansi di Era Digital Pemerintahan
Kasus ini bukan sekadar kesalahan teknis, tapi pengingat bagi seluruh aparatur sipil negara (ASN) tentang risiko di balik layar digital. Di tengah maraknya tuntutan transparansi dari masyarakat, strategi konten seperti “epok-epok” ini menuai kritik pedas. Aktivis digital seperti @inijawatimur di Instagram menyebutnya sebagai “pencitraan murahan” yang merusak kepercayaan publik terhadap kinerja Eri Cahyadi.
Namun, di sisi lain, para pakar komunikasi politik menyarankan agar insiden ini dijadikan momentum untuk reformasi. “Pemerintahan harus lebih autentik di medsos, bukan sekadar polesan,” ujar seorang dosen ilmu komunikasi dari Universitas Airlangga. Bagi Hening, nasibnya kini hening—mungkin ia akan bangkit di proyek baru, tapi pelajaran dari Surabaya ini akan dikenang lama.
CompasKotaNews.com akan terus memantau perkembangan kasus admin medsos Eri Cahyadi ini. Bagaimana pendapat Anda? Apakah ini blunder biasa atau indikasi masalah lebih dalam di pemerintahan digital? Bagikan di kolom komentar!
(Artikel ini disusun berdasarkan fakta terkini dan analisis independen. CompasKotaNews.com berkomitmen menyajikan berita akurat untuk warga kota.)






