Tragis! Puluhan Tahun Warga Gang Kelinci Terpaksa Buang Air Besar di Aliran Sungai, Dikelilingi Perumahan Mewah – Aduan Hanya Direspons Foto Saja

oleh
Tragis! Puluhan Tahun Warga Gang Kelinci Terpaksa Buang Air Besar di Aliran Sungai, Dikelilingi Perumahan Mewah – Aduan Hanya Direspons Foto Saja
Warga Gang Kelinci Terpaksa Buang Air Besar di Aliran Sungai, Dikelilingi Perumahan Mewah

Tragis! Puluhan Tahun Warga Gang Kelinci Terpaksa Buang Air Besar di Aliran Sungai, Dikelilingi Perumahan Mewah – Aduan Hanya Direspons Foto Saja

Jakarta Barat, CompasKotaNews.com – Bayangkan tinggal di jantung kota metropolitan, dikelilingi gedung-gedung mewah dan perumahan eksklusif, tapi akses sanitasi dasar pun masih menjadi mimpi. Inilah realitas pahit yang dialami warga Gang Kelinci, RT 07 RW 03, Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat. Selama puluhan tahun, ratusan keluarga di permukiman padat ini terjebak dalam kondisi memprihatinkan: buang air besar (BAB) langsung ke aliran sungai melalui toilet umum yang minim perawatan. Meski lokasinya begitu strategis, janji perbaikan dari pemerintah kerap sirna, digantikan kunjungan petugas yang hanya sebatas abadi selfie dan dokumentasi tanpa solusi nyata.

Kondisi ini bukan sekadar cerita lama, melainkan potret nyata kesenjangan sosial yang masih merajalela di ibu kota. Dengan sekitar 200 kepala keluarga (KK) yang berdesakan di gang sempit, warga Gang Kelinci justru merasakan ironisnya kedekatan dengan kemewahan. Di sekeliling mereka, berdiri kokoh kompleks perumahan elite seperti Perumahan Anggrek—yang sering disebut “rumah gedong” oleh warga setempat dalam dialek Betawi. Tak jauh dari sana, hiruk-pikuk Slipi dan Jalan S. Parman menjadi saksi bisu betapa dekatnya mereka dengan pusat kegiatan Jakarta Barat, tapi akses layak hidup justru terasa jauh.

Floating Ad with AdSense
X

Lokasi Strategis yang Tak Berarti Bagi Sanitasi Dasar

Secara geografis, Gang Kelinci memang berada di posisi emas. “Lokasinya memang top, dekat banget sama Slipi dan Jalan S. Parman. Bisa dibilang ini pusatnya Jakarta Barat di Kemanggisan,” ungkap Amsor, warga berusia 30 tahun yang telah tinggal di sana sejak kecil, saat ditemui tim CompasKotaNews pada Minggu (2/11/2025). Namun, keuntungan itu tak kunjung menyentuh urusan paling mendasar: kebersihan dan kesehatan.

BACA JUGA :  Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar Berikan Penghargaan Kepada Perempuan - perempuan Inspiratif Dari 8 Kabupaten/Kota Se Banten.

Menurut Amsor, toilet umum yang menjadi andalan warga hanyalah bilik sederhana dengan saluran pembuangan langsung ke sungai. “Air kotor dan limbahnya langsung mengalir ke kali. Kami sudah biasa begini, tapi rasanya sudah muak,” keluhnya. Ia mengaku, sejak masa kecilnya hingga kini memiliki tiga anak, kondisi ini tak berubah. Bahkan, permukiman ini sering kali terabaikan, kecuali saat musim politik memanas. “Ramai dikunjungi kalau lagi Pemilu. Tapi setelah itu? Hilang lagi perhatiannya,” tambah Amsor dengan nada getir.

Keluhan Warga yang Menguap Sia-Sia: Kunjungan Petugas Hanya Formalitas

Yang lebih menyedihkan, upaya warga untuk mencari pertolongan sering berujung kekecewaan. “Kami sudah capek ngadu. Mau ke mana lagi? Dari dinas ini ke dinas itu, hasilnya sama: cuma foto-foto doang,” cerita Amsor. Ia menilai, aparat atau pejabat terkait kerap datang dengan rombongan, tapi tak pernah membawa rencana konkret. “Mereka bilang mau survey, tapi ujung-ujungnya cuma moto-moto buat laporan. Enggak ada janji perbaikan yang jelas,” lanjutnya.

Fenomena ini mencerminkan masalah struktural yang lebih dalam: ketidakpedulian terhadap permukiman kumuh di tengah hiruk-pikuk kota. Warga seperti Amsor merasa, meski dikelilingi kemewahan, suara mereka tak pernah didengar. “Mau dekat kompleks elite apa nggak, kalau pejabatnya cuek, ya sama aja. Kesenjangan ini bikin kami merasa seperti warga kelas dua,” tegasnya.

Dampak Jangka Panjang dan Harapan ke Depan

Kondisi sanitasi buruk seperti ini tak hanya menimbulkan masalah kesehatan—seperti risiko penyakit bawaan air—tapi juga memperlemah rasa percaya masyarakat terhadap pemerintah daerah. Di era di mana Jakarta terus berbenah menjadi kota berkelanjutan, kasus Gang Kelinci menjadi pengingat bahwa pembangunan tak boleh meninggalkan yang paling rentan.

Pakar urban dari berbagai kalangan menilai, solusi jangka pendek seperti pembangunan toilet komunal modern dengan sistem pengolahan limbah bisa menjadi langkah awal. Namun, yang lebih krusial adalah komitmen berkelanjutan dari Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah kota. “Ini bukan soal anggaran semata, tapi prioritas. Permukiman padat seperti ini butuh perhatian holistik, termasuk relokasi atau renovasi infrastruktur,” kata seorang pakar tata kota yang enggan disebut namanya.

BACA JUGA :  DPW Dan DPC PKB Gelar Halal Bihalal Silaturahmi,Hadirkan Pak Andika Calon Bupati Serang.

Hingga kini, warga Gang Kelinci masih bertahan dengan harapan tipis. Mereka berharap, berita ini bisa menjadi pemicu aksi nyata, bukan sekadar headline yang segera dilupakan. Di tengah gemerlap perumahan mewah, suara dari gang sempit ini patut didengar—sebelum terlambat.

CompasKotaNews.com, Minggu 3 November 2025 – Tim Redaksi
(Foto ilustrasi: Kondisi toilet umum di permukiman padat Gang Kelinci yang menjadi saksi bisu kesenjangan sanitasi di Jakarta Barat. Sumber: Dokumen umum)

Tag: Kesenjangan Sosial Jakarta, Sanitasi Buruk Permukiman Kumuh, Warga Gang Kelinci, Perumahan Elite Palmerah, Masalah Limbah DKI Jakarta