
Kejagung Tetapkan Kasi Pidum Kejari Tangerang sebagai Tersangka Kasus Pemerasan TKA Korea Selatan
TIGARAKSA.CompasKotaNews.Com
Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang menegaskan bahwa inisial HMK, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia, benar merupakan pejabat aktif yang menjabat sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) di Kejari Kabupaten Tangerang.
Penetapan tersangka tersebut berkaitan dengan penanganan perkara pidana umum yang melibatkan terdakwa warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kabupaten Tangerang, Doni Saputra, menjelaskan bahwa proses hukum terhadap perkara tersebut sepenuhnya telah diambil alih oleh Kejaksaan Agung.
Dalam penanganannya, Kejagung telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan menetapkan beberapa tersangka, yakni HMK, RV, dan RZ.
“Perlu kami luruskan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK hanya terhadap tersangka berinisial RZ, bukan HMK,” ujar Doni saat memberikan keterangan.
Kasus dugaan pemerasan terhadap tenaga kerja asing (TKA) asal Korea Selatan ini menyeret lima orang tersangka, yang terdiri dari tiga aparat penegak hukum dan dua pihak swasta.
Mereka adalah dua jaksa aktif di Kejaksaan Tinggi Banten, satu jaksa di Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, seorang penerjemah, serta seorang penasihat hukum.
Dalam OTT yang dilakukan KPK terhadap RZ, penyidik berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp900 juta, yang diduga berasal dari praktik pemerasan.
Adapun tiga jaksa yang terlibat masing-masing menjabat sebagai Kasubag Daskrimti Kejati Banten RZ, Kasi Pidum Kejari Kabupaten Tangerang HMK, serta Jaksa Penuntut Umum Kejati Banten RV. Dua tersangka lainnya adalah DF selaku pengacara dan MS sebagai penerjemah.
Saat ini, kelima tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, uang suap tersebut diberikan oleh TA, warga negara Indonesia, dan CL, warga negara Korea Selatan. Keduanya merupakan terdakwa dalam perkara pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam kasus ini, pelapor berasal dari unsur WNI dan WNA.
Red/ckn








