Rumah Multatuli, Cagar Budaya Yang Terlupakan Di Rangkasbitung

oleh
Cagar Budaya Rumah Multatuli Rangkasbitung (Dok: Compas Kota News)

RANGKASBITUNG, CompasKotaNews.com – Di sebelah area parkir Rumah Sakit Umum Dr Adjidarmo di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, terdapat sebuah bangunan tua yang terlihat kurang terawat dan kumuh. Halaman, pintu kosen, dan jendela rumah itu penuh debu dan ditumbuhi rumput liar. Cat dindingnya telah mengelupas dan berubah menjadi hitam.

Namun, bangunan yang tampak tak layak huni ini memiliki sejarah yang menarik. Dahulu, bangunan tersebut merupakan rumah mantan asisten residen terkenal, Eduard Douwes Dekker alias Multatuli. Multatuli adalah seorang pemuda Belanda yang terkenal karena mengungkapkan kisah pilu tentang sistem tanam paksa di Lebak melalui bukunya yang berjudul Max Havelaar. Ubaidilah Muchtar, Kepala Museum Multatuli, menjelaskan bahwa pada tahun 2020, terdapat anggaran sebesar Rp 1,4 miliar untuk merevitalisasi rumah Multatuli. Sayangnya, karena adanya pandemi Covid-19, revitalisasi tersebut tidak dapat dilakukan, dan anggaran tersebut dialihkan untuk penanganan Covid-19.

Floating Ad with AdSense
X

Setelah mengunjungi Museum Multatuli, tim CompasKotaNews.com memutuskan untuk mengunjungi rumah bekas Multatuli. Meskipun tidak dapat ditemukan di penunjuk arah peta digital, mereka menggunakan peta manual yang diberikan oleh Ubaidillah sebagai panduan. Rumah Multatuli berada di dalam kawasan rumah sakit, dan setelah meminta bantuan petugas keamanan, tim CompasKotaNews.com berhasil masuk ke dalam kawasan tersebut.

Namun, keadaan bangunan bekas rumah Multatuli jauh lebih memprihatinkan daripada yang diperkirakan. Bangunan tersebut terlihat terbengkalai. Rumput liar tumbuh melalui jendela yang sudah tidak memiliki pintu, atap bocor, plafon tergantung, lantai kotor, dan dinding bangunan tercoret di beberapa bagian.

BACA JUGA :  Kesuksesan Bapak Ismar Barbara SE MM Membangun Masa Depan Bersama Desa Padasuka

Tim CompasKotaNews.com memasuki gedung melalui sisi yang lain. Di dalamnya, terdapat dua ruangan yang dipenuhi dengan barang-barang rusak, seperti ban bekas, tripleks lapuk, dan potongan perabot kayu yang tidak dapat digunakan. Ruangan yang lain terlihat kosong, hanya terdapat beberapa potongan kayu di dekat pintu.

Di depan gedung, terdapat sebuah motor tua yang tertutup debu tebal. Saeful, salah satu penjaga keamanan di Rumah Sakit Umum Dr Adjidarmo, mengungkapkan bahwa bangunan tersebut dulunya adalah puskesmas saat dirinya masih kecil. “Dulu tempat ini puskesmas, saya dulu sering main ke sini saat masih kecil,” kata Saeful saat menemani Tim CompasKotaNews.com di lokasi.

Kondisi bekas rumah Multatuli ini sangat memprihatinkan, terlebih lagi rumah tersebut juga terdaftar sebagai cagar budaya. Bahkan, di depan gedung terdapat plang “Cagar Budaya” yang sudah tidak tegak. Besi plangnya telah karatan dan ditopang oleh sebuah tiang.

Plang tersebut menunjukkan bahwa rumah Multatuli telah diakui sebagai cagar budaya dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Namun, kondisinya saat ini sangat memprihatinkan dan jauh dari pengakuan yang seharusnya.

Rumah Multatuli, yang dulunya merupakan tempat tinggal yang bersejarah bagi asisten residen terkenal, sekarang terlantar dan tidak terawat. Keadaan bangunan yang usang dan terbengkalai, ditambah dengan kerusakan yang terlihat di dalamnya, mencerminkan kurangnya perhatian terhadap warisan budaya ini.

Upaya untuk merevitalisasi rumah Multatuli telah ada sejak tahun 2020, dengan anggaran yang dialokasikan untuk tujuan tersebut. Namun, karena pandemi Covid-19 yang melanda dunia, anggaran tersebut dialihkan untuk keperluan penanganan Covid-19. Hal ini mengakibatkan rumah Multatuli terus terlantar dan terabaikan.

Penting untuk diingat bahwa rumah Multatuli memiliki nilai sejarah dan budaya yang penting. Melalui karya tulisnya, Max Havelaar, Multatuli telah mengungkapkan ketidakadilan dan penderitaan yang dialami oleh masyarakat di daerah Lebak akibat sistem tanam paksa. Rumah ini menjadi saksi bisu dari perjuangan Multatuli dalam memperjuangkan keadilan sosial.

BACA JUGA :  Persoalan Hak Pengelolaan Lahan : PELINDO Regional 2 Banten Sinergi Bersama KADIN Banten

Sebagai cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang, rumah Multatuli seharusnya mendapatkan perhatian dan upaya pemulihan yang memadai. Diperlukan langkah-langkah konkret untuk merevitalisasi dan memperbaiki kondisi bangunan ini agar dapat dijadikan tempat bersejarah yang layak untuk dikunjungi dan dipelajari oleh generasi sekarang dan masa depan.

Perlu kerjasama antara pemerintah, lembaga budaya, dan masyarakat untuk menyelamatkan rumah Multatuli dari kepunahan. Pemeliharaan, perbaikan, dan promosi rumah ini sebagai tempat bersejarah yang berharga harus menjadi prioritas. Hanya dengan demikian warisan budaya Multatuli dapat dilestarikan dan menjadi inspirasi bagi kita semua.

Rumah Multatuli harus dianggap sebagai warisan yang bernilai dan harus dijaga dengan penuh kepedulian dan tanggung jawab. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa rumah ini tidak hanya menjadi bangunan usang yang terlupakan, tetapi tetap hidup sebagai simbol perjuangan dan semangat untuk keadilan dan perubahan sosial.

(TF/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *