Bangunan pemagaran Stadion Ciceri yang telah menelan milyaran rupiah, setelah jadi pagar mewah lantas pemkot semena mena menyewakan lahan parkir ke pihak ketiga, padahal sejatinya stadion itu milik umum dan untuk di jadikan ruang publik.
Serang Kota || Compaskotanews.com — Warga Kota Serang dihadapkan pada kebijakan kontroversial Pemkot Serang yang resmi menerapkan tiket parkir di Kawasan Stadion Maualana Yusuf Ciceri. Penggunaan stadion sebagai lahan bisnis telah memicu ketidakpuasan warga, yang merasa terbebani dengan kebijakan baru ini.
Dilansir oleh Compaskotanews.com pada 14 Desember 2023, setiap kendaraan yang memasuki kawasan stadion dikenai tiket masuk. Tarifnya cukup bervariasi, dengan motor dikenai biaya Rp2.000 dan mobil Rp3.000 setiap 3 jam.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengeluhkan bahwa stadion, yang seharusnya menjadi fasilitas umum, kini telah diubah menjadi sumber pendapatan melalui bisnis ilegal. Bahkan, warga yang ingin memasuki stadion harus membayar.
Kontroversi semakin berkembang ketika diketahui bahwa pemberlakuan tiket masuk didasarkan pada hasil kajian tim appraisal BPKAD Kota Serang terkait luas lahan dan sewa kepada pihak ketiga. Pertanyaan muncul mengenai transparansi kajian tersebut dan mengapa tidak melibatkan tokoh adat serta warga dalam keputusan tersebut.
Sarnata menuturkan dari BPKAD menyebutkan bahwa hasil kajian menyarankan penyewaan lahan seluas 4000 meter kepada pihak ketiga dengan biaya sewa Rp 352 juta per tahun. Namun, kebijakan ini disoroti oleh publik termasuk DPRD Kota Serang, karena dinilai melanggar aturan Perda K3 yang merusak tatanan keindahan, ketertiban, dan keamanan.
Kritik juga ditujukan pada pengeluaran dana besar oleh Pemerintah Kota Serang untuk membangun pemagaran sebesar 3,8 miliar. Warga merasa bahwa penyewaan lahan stadion kepada pihak ketiga tidak mempertimbangkan kebutuhan olahraga warga yang menggunakan area parkir stadion.
Dalam penjelasan nya kepada media online Bagus.Co Sarnata menyebut bahwa pendapatan dari sewa lahan stadion akan dikenakan pajak sebesar 20 persen, yang akan masuk ke Badan Pendapatan Daerah Kota Serang. Namun, pertanyaan muncul apakah warga yang memasuki stadion akan dihadapkan pada kenyataan penggunaan lahan yang lebih komersial.
Pihak pengelola parkir juga memiliki dua kewajiban, yakni pembayaran sewa lahan kepada Disparpora dan pajak pengelolaan parkir ke Bapenda setiap bulan. Meskipun ada pengecualian untuk warga yang hanya berada di stadion kurang dari 15 menit, kebijakan ini tetap menjadi sorotan masyarakat.
Pengkritik menyoroti dampak negatif kebijakan ini terhadap tatanan ruang publik dan pertanyaan mengenai pembiaran terhadap praktik parkir prabayar oleh Dinas terkait. Pemandangan amburadul di sepanjang jalan depan stadion, dihiasi oleh pedagang yang membayar sewa lapak harian, menambah kompleksitas masalah ini.
Ketidakpuasan warga semakin nyata, dan kebijakan ini tampaknya memicu ketidaksetujuan di berbagai lapisan masyarakat Kota Serang.
(Tf/red)