Serang Banten, 8 Februari 2925 – Lembaga Swadaya Masyarakat Bintang Merah Indonesia (LSM BMI) kembali mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten untuk segera mengusut dugaan korupsi dalam proyek Pengembangan Sarana dan Prasarana Umum (PSU) jalan lingkungan di Provinsi Banten tahun anggaran 2024. Hingga kini, laporan yang telah disampaikan sejak November 2024 itu belum menunjukkan perkembangan berarti.
Dugaan korupsi ini berawal dari laporan yang didaftarkan dengan nomor 0072/LP-HMI/XI/2024, yang dikirimkan ke Kejati Banten pada 25 November 2024. LSM BMI menyoroti lambatnya respons Kejati dalam menangani kasus yang berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah ini.
Ketua LSM BMI, Didi Haryadi, menjelaskan bahwa pihaknya telah berulang kali mengirimkan surat kepada instansi terkait, termasuk Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Provinsi Banten serta DPRD Provinsi Banten. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil karena tidak ada satu pun pihak yang memberikan klarifikasi.
Menurut Didi, proyek pembangunan jalan lingkungan dengan paving block ini dikerjakan di 251 titik di Kabupaten Serang dengan total anggaran sekitar Rp49,9 miliar. Dari hasil investigasi LSM BMI, ditemukan sejumlah indikasi penyimpangan dalam proyek tersebut, yang berpotensi merugikan negara hingga Rp11,26 miliar.
Pekerjaan tidak menggunakan agregat kelas A sesuai standar yang ditetapkan.
Material yang digunakan, seperti abu batu, kanstin, dan paving block, tidak memenuhi spesifikasi yang diharuskan.
Pengerjaan dilakukan oleh warga sekitar dengan sistem borongan senilai Rp8–10 juta per paket kegiatan, yang jauh di bawah standar pengerjaan profesional.
Proyek dikerjakan oleh tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian khusus serta tanpa alat konstruksi yang memadai, menyebabkan hasil pekerjaan tidak berkualitas.
Konsultan pengawas tidak hadir untuk memantau dan memastikan kualitas pekerjaan.
Didi menegaskan bahwa analisis awal menunjukkan potensi kerugian negara sebesar Rp11,26 miliar hanya dari 251 titik di Kabupaten Serang saja. Jika dihitung secara keseluruhan, proyek PSU ini melibatkan sekitar 1.400 paket yang tersebar di berbagai daerah seperti Lebak, Pandeglang, Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan Cilegon.
“Jika kita hitung dari seluruh paket yang ada di Provinsi Banten, maka total potensi kerugian negara bisa mencapai puluhan miliar rupiah,” ungkap Didi.
Kejati Banten masih bungkam
hingga berita ini diterbitkan pada Selasa, 4 Februari 2025, Kejati Banten belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan tersebut. Saat dikonfirmasi, Kasi Intel Kejati Banten, Rejkinil Yuzar, hanya memberikan jawaban singkat dan meminta agar pertanyaan dialihkan ke Kasi Penerangan Hukum (Penkum).
“Tanya saja ke Kasi Penkum ya, konfirmasi terkait pemberitaan itu tugasnya Kasi Penkum,” ujar Rejkinil.
Namun, saat Kasi Penkum Kejati Banten, Rengga, dihubungi melalui WhatsApp, ia tidak memberikan respons. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kejati Banten mengenai perkembangan laporan dugaan korupsi proyek PSU ini.
LSM BMI menilai sikap diam Kejati Banten semakin memperkuat dugaan adanya permainan dalam proyek tersebut. Menurut Didi, jika Kejati serius dalam pemberantasan korupsi, seharusnya kasus ini sudah ditindaklanjuti dengan penyelidikan lebih lanjut.
“Kami mendesak Kejati Banten agar segera mengambil tindakan konkret. Jangan sampai kasus ini tenggelam tanpa kejelasan, sementara uang negara terus menguap akibat praktik korupsi yang dibiarkan,” tegas Didi.
Lebih lanjut, LSM BMI meminta agar Kejati Banten segera memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait dalam proyek ini, termasuk kontraktor, pengawas proyek, dan pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan PSU.
Dorongan Transparansi dan Penegakan Hukum
LSM BMI juga mengingatkan bahwa kasus ini harus diselesaikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti bersalah, para pelaku bisa dikenai hukuman berat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Selain itu, LSM BMI juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi dan melaporkan setiap kejanggalan dalam proyek pembangunan di daerahnya masing-masing. Didi berharap agar pengusutan kasus ini tidak hanya berhenti pada proyek PSU di Banten, tetapi juga menjadi contoh bagi daerah lain agar tidak terjadi kasus serupa di masa mendatang.
“Kami ingin penegakan hukum di Banten benar-benar berjalan tanpa pandang bulu. Jika ada dugaan korupsi, harus segera ditindak, bukan malah dibiarkan berlarut-larut,” tandasnya.
Sampai saat ini, LSM BMI masih terus mengawal perkembangan kasus ini dan berencana melakukan aksi lanjutan jika Kejati Banten tidak segera mengambil tindakan. Mereka juga siap membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi jika tidak ada progres yang signifikan dalam penanganannya.
Masyarakat Banten kini menunggu langkah konkret dari Kejati Banten untuk mengusut tuntas dugaan korupsi ini. Akankah kasus ini benar-benar ditindaklanjuti, atau justru berakhir tanpa kejelasan seperti banyak kasus dugaan korupsi lainnya? Jawabannya ada di tangan aparat penegak hukum.
(Tf/red)