Menuju Cilegon Ramah Investasi: Melawan Oligarki Lokal, Menguatkan Pemberdayaan Masyarakat

oleh

Menuju Cilegon Ramah Investasi: Melawan Oligarki Lokal, Menguatkan Pemberdayaan Masyarakat

CompasKotaNews.Com
Oleh: Chandra Parmanto, S.Sos., M.Tr.IP
Akademisi UPG / Pengamat Sosiologi Pemerintahan / Alumni Magister IPDN Kemendagri

Floating Ad with AdSense
X

Fenomena sekelompok organisasi pelaku usaha yang menuntut jatah proyek bernilai besar tanpa melalui prosedur yang sah mencerminkan pola pikir yang tidak matang dan bertentangan dengan prinsip negara hukum.

Tindakan seperti ini tidak hanya menciderai semangat investasi berkelanjutan, tetapi juga menjadi ancaman bagi tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Terlebih di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang mengusung visi besar ASTA CITA, yang di antaranya menekankan pentingnya menciptakan iklim investasi yang inklusif, ramah lingkungan, serta menjaga stabilitas sosial-politik nasional dan daerah.

Praktik minta proyek dengan dalih “representasi masyarakat” kerap kali menjadi dalih bagi sekelompok kecil elit lokal di Kota Cilegon yang memanfaatkan kekuasaan informal melalui Ormas, LSM, maupun asosiasi yang memiliki jejaring kuat di kawasan industri.

Budaya ini sudah seperti pola yang mengakar dan diwariskan, menciptakan figur-figur “raja kecil” di berbagai kecamatan yang masuk dalam kawasan Ring 1 industri.

Dalam konteks sosiologi pemerintahan, praktik ini menunjukkan ketimpangan struktural antara pembangunan industri dan pemberdayaan masyarakat secara luas.

Padahal, Cilegon sebagai kota industri strategis yang juga menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) seharusnya menjadi model inklusi sosial dan ekonomi yang menjunjung nilai-nilai keberlanjutan. Namun sayangnya, sejarah panjang pembangunan di wilayah ini menunjukkan gejala yang justru memperkuat oligarki lokal yang kemudian bertransformasi menjadi elit politik atau birokrat, tanpa memperjuangkan kepentingan masyarakat luas secara utuh.

BACA JUGA :  Polda Banten Tetapkan Distributor Jadi Tersangka Kasus Oplos Beras Bulog

Situasi ini berpotensi melahirkan ketimpangan sosial yang semakin dalam, di mana akses masyarakat terhadap lapangan pekerjaan menjadi terbatas, dan hanya dinikmati oleh kalangan tertentu. Di tengah era revolusi industri 4.0 yang menuntut keterampilan dan kompetensi tinggi, pendekatan pembangunan haruslah menyeluruh dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder).

Sesuai amanat Pasal 33 Ayat 2 UUD 1945, sumber daya alam seperti air, tanah, dan udara seharusnya dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, model pembangunan industri di Cilegon harus mengandung tiga prinsip utama:

Ramah Lingkungan
Pembangunan industri harus memperhatikan daya dukung ekologis dan menjaga keseimbangan alam.

Ramah Sosial
Industri wajib membuka ruang partisipasi masyarakat lokal dalam bentuk kemitraan usaha dan prioritas lapangan kerja.

Ramah Regulasi
Seluruh investasi harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku, dan tidak memberi ruang pada intervensi non-formal yang mengganggu stabilitas dan kelancaran proyek.

Di sinilah pentingnya implementasi konsep Pentahelix, yaitu sinergi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media. Pemerintah pusat, provinsi, dan Kota Cilegon harus tegas dalam menertibkan Ormas, LSM, dan asosiasi yang terbukti mengganggu investasi melalui praktik premanisme dan monopoli proyek.

Penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten terhadap pihak-pihak yang melegitimasi praktik pemerasan dan percaloan kerja di sektor industri. Di sisi lain, peran perguruan tinggi harus diperkuat dalam mendesain riset dan program pemberdayaan masyarakat berbasis CSR yang efektif, serta menyusun kurikulum vokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan riil industri—khususnya di sektor manufaktur, logam, dan kimia.

Media dan masyarakat sipil juga berperan krusial sebagai pengawas independen, yang mampu membongkar praktik monopoli proyek maupun distribusi tenaga kerja yang tidak adil. Pengawasan juga perlu diarahkan kepada industri yang tidak transparan dalam membuka akses kesempatan kerja bagi masyarakat lokal.

BACA JUGA :  KPK Gelar Bimtek Keluarga Berintegritas di Kota Serang: Ajarkan Nilai Komitmen Anti-Korupsi untuk Pejabat dan Keluarga

Jika semua pihak bersinergi dan menjunjung kolaborasi yang sehat, maka Kota Cilegon memiliki peluang besar untuk menjadi kawasan industri unggulan nasional yang bebas dari praktik-praktik “The Local Strongman”, dan benar-benar menjadi kota yang ramah investasi, adil secara sosial, serta berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan.
(Rie/red)