Jakarta || Compaskotanews.com – Penjabat Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Edison Sipa, menjelaskan alasan di balik penonaktifan sementara 15 kepala desa di wilayahnya. Tindakan ini diambil setelah adanya kegagalan dalam pencairan dana desa tahap pertama tahun 2024 di desa-desa tersebut. Sipa menegaskan bahwa penonaktifan bukan keputusan yang diambil secara mendadak atau tanpa dasar yang jelas, melainkan sebagai langkah akhir setelah serangkaian teguran dan penyelidikan.
Penonaktifan tersebut terjadi setelah Pemda TTS melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) memberikan teguran berjenjang kepada kepala desa yang bersangkutan. Proses tersebut dimulai dengan teguran lisan, kemudian berlanjut dengan teguran tertulis. Namun, meskipun telah diberikan kesempatan untuk memperbaiki pengelolaan administrasi desa, dana desa tahap pertama 2024 tetap tidak dapat dicairkan.
Sipa menjelaskan bahwa Pemda tidak langsung mengambil tindakan tegas tanpa ada upaya pendahuluan. “Kami memberikan sanksi penonaktifan sementara ini agar para kepala desa fokus menyelesaikan administrasinya. Dampaknya cukup besar karena daerah dirugikan dengan tidak adanya transfer dana desa yang penting untuk pelayanan masyarakat,” ujar Sipa.
Setelah melakukan teguran, Pemda kemudian membentuk tim terpadu untuk melakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap ke-15 kepala desa dan pihak terkait. Dari hasil pemeriksaan ini, ditemukan indikasi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan desa. Oleh karena itu, BAP tersebut diserahkan kepada Inspektorat untuk dilakukan audit lebih lanjut.
Sipa menambahkan, “Dari hasil BAP, kami menemukan dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana desa. Oleh karena itu, kami teruskan hasil ini ke Inspektorat untuk dilakukan audit yang lebih mendalam.”
Dukungan dari DPRD TTS
Langkah tegas yang diambil oleh Bupati Sipa mendapat dukungan penuh dari Ketua Komisi I DPRD TTS, Marthen Natonis. Natonis menilai bahwa penonaktifan 15 kepala desa merupakan tindakan yang perlu dilakukan untuk memberikan efek jera kepada kepala desa yang dianggap tidak mampu mengelola dana desa dengan baik. “Kasihan masyarakat di 15 desa. Gara-gara satu orang yang tidak becus mengurus dana desa, seluruh masyarakat jadi korban. Dana desa 2024 tidak bisa mereka nikmati,” ujar Natonis.
Politisi Perindo ini juga menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana desa. “Seharusnya jika dana desa dikelola dengan baik, desa bisa mendapatkan tambahan anggaran dari Kementerian Desa. Ini akan mempercepat pembangunan di desa,” tambahnya.
Dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh Komisi I DPRD TTS, ditemukan bahwa salah satu penyebab buruknya pengelolaan dana desa adalah hubungan yang tidak harmonis antara kepala desa dan perangkat desa. Di beberapa desa, kepala desa cenderung melakukan monopoli dalam pengelolaan dana desa dan kurang transparan dalam setiap prosesnya. Hal ini menyebabkan munculnya rasa curiga di kalangan perangkat desa.
“Kami temukan ada ketegangan antara kepala desa dan perangkat desa. Mereka saling curiga karena tidak ada transparansi dalam pengelolaan dana desa. Ini jelas menghambat proses pembangunan yang seharusnya bisa berjalan lebih baik,” ungkap Natonis.
Salah satu kendala lain dalam pengelolaan dana desa di TTS, menurut hasil konsultasi Komisi I DPRD dengan Kementerian Desa, adalah kurangnya jumlah pendamping desa di kabupaten ini. Jumlah pendamping desa yang ada tidak sebanding dengan jumlah desa yang harus dibina, sehingga peran mereka dalam memfasilitasi dan mengawasi penggunaan dana desa menjadi kurang maksimal.
“Kami berharap Kementerian Desa bisa menambah jumlah pendamping desa di TTS agar pengelolaan dana desa lebih optimal. Dengan begitu, kita bisa mempercepat pembangunan di desa-desa dan menghindari penyimpangan yang merugikan masyarakat,” harap Natonis.
Upaya Perbaikan dan Harapan ke Depan
Pemerintah Daerah TTS, melalui Pemda dan Dinas PMD, bertekad untuk terus memperbaiki sistem pengelolaan dana desa di masa mendatang. Langkah awal yang sudah diambil adalah dengan memberikan teguran dan memastikan bahwa setiap desa memiliki pengelola administrasi yang kompeten.
Sipa juga berharap agar dengan adanya audit dan tindakan tegas ini, para kepala desa yang telah di nonaktifkan sementara bisa segera menyelesaikan masalah administrasi mereka dan kembali bertugas jika sudah memenuhi syarat. “Kami berharap dengan tindakan ini, pengelolaan dana desa akan semakin baik dan bisa memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat desa,” pungkas Sipa.
Selain perbaikan administrasi dan pengawasan yang ketat, pemberdayaan masyarakat desa juga menjadi hal penting dalam mempercepat pembangunan. Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat, pengelolaan dana desa akan lebih transparan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara efektif.
Sipa menambahkan, “Pembangunan desa harus melibatkan masyarakat secara langsung. Mereka yang tahu kebutuhan mereka, sehingga penting untuk melibatkan mereka dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.”
Pada akhirnya, langkah tegas yang diambil oleh Pemda TTS diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Masyarakat harus merasa bahwa dana desa yang mereka terima dikelola dengan baik, transparan, dan dapat memberikan manfaat nyata bagi kemajuan desa mereka.
“Ini adalah bagian dari upaya kami untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dana desa. Kami berharap langkah ini dapat memberikan efek positif bagi desa-desa di TTS,” tutup Sipa.
Dengan adanya audit dan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan pengelolaan dana desa di masa depan akan lebih baik dan tepat sasaran, serta dapat memberikan manfaat maksimal bagi pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat.
(Tf/red)