Compaskotanews. Com.
Tanggal: Selasa, 27 Juni 2023
Pandeglang, Banten – Sebuah kasus revenge porn di Pandeglang, Banten, telah menjadi viral di media sosial (medsos) dan mengundang perhatian pihak keluarga korban. Mereka menyebutkan adanya kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut dan menyoroti kurangnya transparansi dalam sidang. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, memberikan perhatian khusus pada kasus ini.
Menurut Andy, keluarga korban perlu menghubungi Komite Kejaksaan untuk melakukan pengawasan terhadap penanganan kasus tersebut. Keluarga korban tidak diizinkan memantau sidang, dan Andy menjelaskan bahwa kehadiran pendamping dalam persidangan sangat penting.
“Keluarga perlu menghubungi komite kejaksaan untuk melakukan pengawasan mengapa jaksa tidak membolehkan keluarga dan kuasa hukum memantau sidang,” tutur Andy.
Andy juga menekankan perlunya penerapan Perma 3 Tahun 2017 yang mengatur kehadiran pendamping dalam persidangan. Dia menyatakan bahwa korban terlindungi oleh Undang-Undang Tindak Pidana Kejahatan Seksual (UU TPKS). Komnas Perempuan siap mendukung korban dengan mengadvokasi kasus yang mereka alami.
“Kasus ini, setelah UU TPKS berlaku, menjadikan korban terlindungi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU TPKS. Komnas Perempuan menunggu laporan dari keluarga untuk dapat mengadvokasi korban,” ungkapnya.
Andy menekankan bahwa tidak boleh ada ketidakadilan dalam penanganan kasus ini. Dia meminta korban untuk melapor ke Komnas Perempuan agar dapat memberikan kronologi yang lebih jelas mengenai kasus tersebut.
“Jangan sampai terjadi ‘no viral no justice.’ Tolong laporkan dulu ke Komnas Perempuan agar kami dapat mengetahui kronologinya dengan jelas,” tambahnya.
Kasus revenge porn di Pandeglang telah mencuat setelah seorang mahasiswi menjadi korban pemerkosaan dan penyebaran video porno yang viral di media sosial. Pihak keluarga korban mencatat adanya kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut.
Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), menjelaskan bahwa persidangan dalam kasus asusila tidak dapat digelar secara terbuka karena mengandung konten asusila yang tidak boleh diungkapkan secara publik.
Sebelumnya, Helena, Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang, membantah bahwa keluarga korban pernah diusir dari persidangan. Hakim yang menetapkan sidang digelar secara tertutup karena adanya materi asusila yang dibahas dalam persidangan tuturnya. Red (yd).