Serang Banten, 01 Februari 2025 || Compaskotanews.com —
Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto baru-baru ini menuai kontroversi. Sejumlah aktivis publik dan jurnalis menilai ucapannya cenderung merendahkan profesi mereka, memicu polemik di kalangan penggiat sosial dan kontrol kebijakan.
Salah satu yang angkat bicara adalah Toni Firdaus, seorang penggiat publik yang aktif dalam monitoring kebijakan desa. Ia menilai pernyataan Yandri sebagai bentuk pelecehan terhadap peran penting jurnalis dan LSM dalam mengawasi jalannya pemerintahan, khususnya terkait penggunaan Dana Desa.
Menurut Toni, selama ini banyak kepala desa yang tersandung kasus korupsi berkat laporan dari masyarakat, LSM, dan wartawan. Ia menilai pengawasan tersebut adalah bentuk kontribusi nyata dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di tingkat desa.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, keterbukaan informasi dan pengawasan masyarakat terhadap penggunaan Dana Desa justru didorong. Jokowi berulang kali meminta jurnalis dan aktivis sosial untuk berani melaporkan penyalahgunaan anggaran yang terjadi di desa-desa.
Namun, pernyataan Yandri Susanto dianggap bertolak belakang dengan semangat keterbukaan itu. Jika pejabat negara menganggap kritik sebagai serangan, menurut Toni, hal ini justru akan menghambat transparansi dan mendorong praktik korupsi semakin marak.
Pernyataan kontroversial Yandri ini juga memunculkan pertanyaan, mengapa seorang pejabat negara terkesan tidak nyaman dengan pengawasan yang dilakukan oleh publik? Jika kepala desa bekerja dengan baik dan transparan, semestinya mereka tidak perlu merasa terganggu dengan peran jurnalis dan LSM.
Toni juga menekankan bahwa peran media dan aktivis bukanlah untuk mencari kesalahan semata, melainkan sebagai mitra dalam membangun tata kelola pemerintahan desa yang lebih baik. Sayangnya, sikap yang ditunjukkan Menteri Desa justru memperkeruh hubungan antara pemerintah dan para penggiat sosial.
Di sisi lain, pernyataan Yandri memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Sejumlah organisasi jurnalis dan LSM mulai menyuarakan keberatan mereka, bahkan beberapa di antaranya mempertimbangkan langkah hukum atau protes resmi kepada pemerintah.
Kritik terhadap pernyataan Yandri tidak hanya datang dari aktivis lokal. Beberapa pengamat politik juga menilai bahwa seorang pejabat negara seharusnya lebih bijak dalam menyampaikan pernyataan, terutama yang berkaitan dengan profesi yang berperan dalam demokrasi.
Namun, ada juga pihak yang menilai bahwa pernyataan Yandri mungkin telah disalahartikan atau diambil di luar konteks. Mereka berpendapat bahwa bisa saja maksud dari pernyataan tersebut adalah mengingatkan agar kritik yang disampaikan oleh jurnalis dan LSM tetap berimbang dan tidak tendensius.
Terlepas dari kontroversi yang muncul, kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat sipil. Pemerintah seharusnya bisa menjadikan kritik sebagai masukan berharga untuk memperbaiki kinerja, bukan sebagai ancaman.
Sementara itu, beberapa kepala desa yang merasa terbantu dengan peran jurnalis dan LSM juga angkat bicara. Mereka mengakui bahwa pengawasan dari media justru membantu dalam memastikan bahwa program-program desa berjalan sesuai aturan.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Desa menjadi sorotan utama dalam beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala desa semakin banyak terungkap berkat investigasi dari wartawan dan laporan masyarakat.
Dengan adanya pengawasan yang ketat, kepala desa yang bekerja dengan jujur dan sesuai aturan seharusnya tidak merasa terganggu. Justru, mereka bisa memanfaatkan media dan LSM untuk memperkenalkan program-program desa yang berhasil kepada publik.
Kontroversi pernyataan Menteri Desa ini juga mencerminkan tantangan yang masih dihadapi dalam membangun pemerintahan yang terbuka dan bersih. Butuh sinergi antara pemerintah, media, dan masyarakat sipil untuk mencapai tata kelola desa yang transparan dan akuntabel.
Jika ketegangan ini terus berlanjut tanpa adanya klarifikasi dari pihak Menteri Desa, dikhawatirkan akan muncul kesenjangan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat sipil. Hal ini bisa berdampak pada berkurangnya partisipasi publik dalam mengawal kebijakan desa.
Sebagai pejabat publik, Yandri Susanto diharapkan dapat memberikan klarifikasi terkait pernyataannya agar tidak menimbulkan persepsi negatif yang lebih luas. Keterbukaan dalam komunikasi sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Di sisi lain, jurnalis dan aktivis juga perlu memastikan bahwa dalam menjalankan tugasnya, mereka tetap berpegang pada kode etik dan prinsip keberimbangan. Kritik yang membangun akan lebih efektif dalam mendorong perubahan yang positif.
Dialog antara pemerintah dan para penggiat sosial perlu lebih diperkuat agar tidak terjadi kesalahpahaman di masa depan. Sebab, tujuan akhirnya tetap sama, yaitu menciptakan pemerintahan desa yang lebih baik dan berpihak kepada kepentingan masyarakat.
Sebagai bangsa yang menjunjung demokrasi, peran media dan masyarakat sipil dalam pengawasan kebijakan harus dihormati dan dilindungi. Pemerintah, dalam hal ini Menteri Desa, seharusnya melihat mereka sebagai mitra strategis, bukan sebagai musuh yang harus dihadapi.
Polemik ini menjadi pelajaran penting bahwa komunikasi publik dari pejabat negara harus selalu diperhitungkan dengan matang. Sikap saling menghargai antara pemerintah dan masyarakat sipil adalah kunci utama dalam membangun pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.
(Toni f/red)