Diduga Terjadi Kecurangan Zonasi, Penggiat Publik Toni Firdaus dan Ketua IWO-I Kota Serang Johan Simarmata Sambangi SMPN 8

oleh

Serang Kota || Compaskotanews.com — Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMP Negeri 8 Kota Serang menjadi sorotan tajam publik setelah muncul dugaan penerimaan siswa dari luar kota yang menyalahi aturan zonasi. Hal ini mendorong aktivis publik Toni Firdaus dan Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO-I) Kota Serang Johan Simarmata melakukan kunjungan kerja langsung ke sekolah tersebut, Jumat (4/7).

Kunjungan yang dilakukan dua tokoh tersebut bukan tanpa alasan. Mereka menerima banyak keluhan dari warga Kota Serang, khususnya dari orang tua calon siswa yang merasa dirugikan oleh sistem penerimaan siswa tahun ajaran 2025/2026. Salah satu kasus yang mencuat adalah penolakan terhadap calon siswa bernama Alipahyati, warga asli Kampung Cimangu, Kota Serang.

Floating Ad with AdSense
X

Inisial Ap,y diketahui berdomisili hanya sekitar 1.971 meter dari lokasi SMPN 8, namun tidak diterima dalam proses seleksi zonasi. Padahal, menurut pengakuan sejumlah warga dan pengamatan Toni Firdaus, terdapat enam siswa dari luar Kota Serang yang diterima dengan jarak zonasi mencapai 3,2 kilometer.

“Ini sangat ironis. Warga asli Kota Serang justru tersingkir, sementara siswa dari luar kota malah bisa masuk,” ujar Toni Firdaus dengan nada kecewa di sela kunjungannya.

Ketua IWO-I Kota Serang, Johan Simarmata, juga mengecam keras dugaan ketidakadilan dalam proses seleksi tersebut. Ia menilai pihak sekolah telah berlaku tidak adil dan menyebut adanya indikasi manipulasi data zonasi yang terpampang di papan pengumuman sekolah.

“Ada dugaan kuat rekayasa jarak. Kami menemukan data jarak zonasi yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ini merugikan warga Kota Serang yang seharusnya diprioritaskan dalam sistem zonasi,” tegas Johan.

BACA JUGA :  Wali Kota Serang Yedi Rahmat Hadiri Acara Panen Bawang Merah dari Kelompak "Tani Sumber Jaya" Kelurahan Sawah Luhur Kec. Kasemen

Selain ketidakadilan zonasi, Johan juga mempertanyakan dasar hukum penerimaan siswa dari luar daerah. Ia mengaku sudah menanyakan langsung kepada operator sekolah, namun belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.

“Kami ingin tahu, dasar hukum apa yang digunakan sekolah untuk menerima siswa dari luar kota? Apakah ada surat keputusan atau peraturan khusus yang membolehkan hal itu?” tanya Johan.

Sayangnya, saat kunjungan dilakukan, kepala sekolah dan panitia SPMB di SMPN 8 tidak dapat ditemui. Pihak sekolah terkesan menutup diri dan enggan memberikan keterangan kepada pihak luar.

“Ini justru menimbulkan kecurigaan. Kami datang baik-baik untuk klarifikasi, tetapi pihak sekolah tidak mau menemui kami. Bahkan, panitia penerimaan pun tidak bisa dihubungi,” tutur Toni dengan nada kecewa.

Ia pun mendesak Dinas Pendidikan Kota Serang dan aparat penegak hukum untuk turun tangan menyelidiki dugaan kecurangan dalam proses penerimaan siswa di SMPN 8. Toni menilai hal ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi sudah masuk ranah pelanggaran aturan dan etika publik.

“Kami minta agar data seluruh siswa yang diterima diumumkan secara terbuka, lengkap dengan alamat dan jarak tempat tinggal dari sekolah. Transparansi adalah kunci untuk menghindari praktik manipulatif seperti ini,” ujarnya.

Toni juga menyebut bahwa banyak orang tua di wilayah Simangu, Kelurahan Pageragung, Kecamatan Walantaka yang kecewa dan bahkan menangis karena anak-anak mereka tidak diterima di sekolah negeri favorit tersebut.

“Ada anak-anak yang menangis karena tidak diterima, padahal mereka tinggal sangat dekat dengan sekolah. Ini menyakitkan bagi warga yang berharap pendidikan negeri berkualitas untuk anak-anak mereka,” katanya.

Johan menambahkan, pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia akan membawa persoalan ini ke tingkat yang lebih tinggi jika tidak ada tindak lanjut dari Dinas Pendidikan maupun Pemerintah Kota Serang.

BACA JUGA :  Mobil Jenis Apa Saja yang Tidak Berhak Isi BBM Subsidi ? Pertamina Mulai Blokir 260.000 Mobil

“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Jangan sampai praktik seperti ini dibiarkan terus terjadi setiap tahun. Ini menyangkut keadilan bagi masyarakat kecil,” katanya.

Sementara itu, warga Cimangu dan Kiara yang merasa dirugikan juga mulai menyuarakan aspirasinya melalui media sosial dan forum-forum warga. Mereka menuntut keadilan serta evaluasi total terhadap sistem zonasi di Kota Serang.

Hingga berita ini diturunkan, pihak SMPN 8 Kota Serang belum memberikan pernyataan resmi. Awak media yang mencoba mengonfirmasi juga belum berhasil mendapatkan jawaban dari pihak sekolah.

Dinas Pendidikan Kota Serang pun diminta segera menanggapi persoalan ini secara terbuka. Masyarakat berharap ada audit independen untuk memastikan sistem penerimaan berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi.

Kasus ini menjadi cermin bahwa sistem zonasi masih menyisakan banyak persoalan di lapangan. Jika tidak dibenahi, kepercayaan publik terhadap pendidikan negeri bisa semakin merosot.

Toni dan Johan bersepakat untuk terus mengawal kasus ini hingga mendapatkan kejelasan. Mereka menegaskan bahwa perjuangan ini bukan demi individu, tapi demi keadilan pendidikan bagi seluruh anak Kota Serang.

(Toni f/johan/red)