Takut Namun Bertahan: Radiasi Mengintai! Warga Cikande Tetap Beraktivitas Normal

oleh
Takut Namun Bertahan: Radiasi Mengintai! Warga Cikande Tetap  Beraktivitas Normal

Takut namun Bertahan: “Radiasi Mengintai! Warga Cikande Tetap Nekat Beraktivitas Normal”

Serang, Banten — 3 Oktober 2025. Warga dan buruh di Kampung Kecombrang, Desa Nambo Udik, Kecamatan Cikande tetap menjalankan aktivitas harian meski kawasan dinyatakan terkontaminasi radiasi Cesium-137 (CS-137). Kebutuhan ekonomi dan keraguan terhadap rencana relokasi membuat banyak keluarga memilih bertahan di zona berisiko.

Aktivitas normal di kawasan terdampak

Pengamatan lapangan pada 2 Oktober 2025 (pukul 10.00–11.00 WIB) menggambarkan pemandangan sehari-hari yang tampak biasa: warga membersihkan pakaian, menjemur hasil panen kecil, berjualan gorengan dan kopi di warung pinggir jalan. Rumah-rumah berdiri relatif dekat dengan pabrik peleburan stainless steel PT PMT — sebagian hanya sekitar 15 meter dari area pabrik — namun tidak ada evakuasi massal yang terlihat. Beberapa pabrik di Kawasan Industri Cikande, terutama yang bukan bergerak di bidang pangan, masih beroperasi dengan pekerja lalu-lalang dan pengawasan dari satuan tugas penanganan radiasi.

Floating Ad with AdSense
X

Suara warga: khawatir tapi tak punya pilihan

Suara dari lapangan memperlihatkan campuran kecemasan, kebingungan, dan kebutuhan ekonomi:

  • Seorang pedagang muda, Pinah (26), menyatakan tetap berdagang meski takut pada laporan risiko kanker. Keluarganya merasakan sesak napas, tetapi akses layanan kesehatan terbatas sehingga ia belum memeriksakan kondisi tersebut. Ia menuntut pemeriksaan kesehatan gratis dan penjelasan gejala yang jelas sebelum mau mempertimbangkan pindah.
  • Warga lama seperti Andi (52) memilih bertahan karena telah hidup puluhan tahun di sana dan merasakan belum ada dampak berat yang nyata baginya.
  • Seorang pekerja pabrik, Syahrim, mengaku terbagi antara rasa takut—setelah mengalami gatal-gatal—dan kebutuhan untuk tetap bekerja demi penghasilan.
  • Ketua RT setempat, Sayuti, menyatakan bahwa pabrik beroperasi dibawah pengawasan satgas, menggambarkan upaya kewaspadaan yang berjalan berdampingan dengan kelangsungan aktivitas ekonomi.
BACA JUGA :  Daftar Lengkap UMK Kabupaten dan Kota di Banten Jawa Barat dan Jawa Tengah

Kekurangan layanan kesehatan dan komunikasi risiko

Meski ada upaya isolasi lokasi dan pengawasan oleh instansi terkait, warga mengeluhkan minimnya sosialisasi di tingkat desa. Informasi mengenai tanda-tanda paparan radiasi, prosedur pemeriksaan kesehatan, dan keberadaan layanan medis gratis dinilai belum sampai ke banyak keluarga. Kesenjangan komunikasi ini memperburuk ketidakpercayaan dan membuat sebagian warga ragu menerima opsi relokasi yang ditawarkan tanpa jaminan bantuan hidup dan pekerjaan.

Risiko jangka panjang dan konsekuensi sosial-ekonomi

Kontaminasi CS-137 berpotensi menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang yang serius jika paparan tidak diatasi — mulai dari gangguan pernapasan hingga risiko kanker. Namun efek tersebut tidak selalu langsung terlihat, sehingga kebutuhan ekonomi mendorong keluarga untuk tetap bekerja dan menjalankan aktivitas sehari-hari. Situasi ini memunculkan dilema: menjaga mata pencaharian sambil menghadapi potensi krisis kesehatan publik.

Apa yang perlu dilakukan segera

Kondisi di lapangan menuntut tiga langkah prioritas dari pemerintah dan pihak terkait:

  1. Pemeriksaan kesehatan massal dan gratis untuk warga terdampak, termasuk skrining awal dan jalur rujukan medis.
  2. Kampanye komunikasi risiko yang jelas di tingkat desa—informasi sederhana tentang gejala, langkah pencegahan, dan hak warga.
  3. Rencana relokasi yang konkret dan dapat dipertanggungjawabkan, mencakup kompensasi, jaminan mata pencaharian, dan pendampingan sosial bagi keluarga yang bersedia pindah.

Kisah Kampung Kecombrang memperlihatkan ketahanan warga yang dipaksa memilih antara risiko kesehatan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Tanpa intervensi yang cepat, transparan, dan berpihak pada kesejahteraan warga, ketahanan ini berisiko berubah menjadi krisis kesehatan dan sosial yang lebih luas. Komunitas meminta bukan sekadar janji relokasi, tetapi kepastian perlindungan — layanan kesehatan, informasi yang jelas, dan jaminan ekonomi — sebelum mereka mau meninggalkan rumah yang telah menjadi sumber nafkah. (Bdi/Red)