Bukan Lagi Ditakuti: Ini Wajah Baru Polisi Indonesia yang Dekat dengan Rakyat

oleh
Bukan Lagi Ditakuti: Ini Wajah Baru Polisi Indonesia yang Dekat dengan Rakyat
Bukan Lagi Ditakuti: Ini Wajah Baru Polisi Indonesia yang Dekat dengan Rakyat

Oleh: Budi Saepudin | CompasKotaNews.com

Banten – Sore itu di sebuah kampung di Kabupaten Serang, seorang anak kecil tak lagi menunduk saat melihat polisi lewat. Ia justru melambaikan tangan pada sosok berseragam cokelat yang tersenyum sambil membagikan buku bacaan. Bukan adegan sinetron. Itulah wajah baru Polri yang perlahan mulai dibangun: lebih humanis, lebih dekat, dan lebih dipercaya.

Floating Ad with AdSense
X

Sejak berdirinya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah mengemban amanah menjaga keamanan dan ketertiban. Tapi hari ini, aman bukan lagi cukup. Yang dibutuhkan publik adalah kehadiran polisi yang dipercaya, bukan ditakuti.

Menjawab Tuntutan Zaman: Dari Polisi yang Ditakuti, Menjadi Polisi yang Dicintai

“Dulu kami takut. Kalau ada razia, sembunyi. Sekarang malah lapor kalau ada yang mencurigakan,” kata Bu Sari, warga Rangkasbitung, Banten, saat menceritakan pengalamannya dengan polisi RW yang rutin menyambangi lingkungannya.

Cerita Bu Sari bukan satu-satunya. Di banyak wilayah, pendekatan Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) yang diinisiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mulai menunjukkan hasil. Polisi tidak lagi hadir sebagai aparat penindak semata, tapi sebagai mitra masyarakat.

Di Balik Senyuman Ada Strategi: Presisi sebagai Pondasi Reformasi

Transformasi Polri bukanlah proses instan. Ia dimulai dari kesadaran bahwa kepercayaan publik adalah mata uang utama lembaga penegak hukum. Tanpa itu, hukum hanya jadi formalitas.

Langkah nyata Polri pun dilakukan dalam berbagai lini:

Penguatan Humas Polri, yang kini bukan sekadar corong institusi, tapi juga garda depan respons isu publik.

BACA JUGA :  Polsek Cikande Patroli Sekala Besar Polres Mengamankan Belasan Yang Akan Balapan Liar Dan Perang Sarung .

Revitalisasi Propam sebagai pengawas internal agar mampu bertindak tegas terhadap pelanggaran oknum.

Transparansi penanganan kasus besar, seperti pada tragedi Brigadir J, menjadi bukti bahwa Polri sedang tidak main-main memperbaiki diri.

Namun Polri sadar, setiap langkah maju harus disertai dengan konsistensi. Karena satu kesalahan bisa menghapus ribuan kebaikan.

Tantangan Baru: Kejahatan Tak Lagi Berwajah Nyata.

Kini, Polri tidak hanya menghadapi maling dan begal. Mereka juga berjibaku dengan penjahat dunia maya, hoaks, terorisme, dan radikalisme. Bahkan, konflik sosial pun bisa dipantik hanya dengan satu unggahan di media sosial.

“Masyarakat kita cepat percaya. Kalau tidak ada yang menjernihkan, bisa bahaya,” ujar AKBP Andi, salah satu perwira yang aktif di Satgas Siber.

Untuk itu, kolaborasi diperkuat. Dengan tokoh agama, guru, pemuda, dan bahkan influencer media sosial. Semua dilibatkan agar rasa aman tidak hanya dibangun di jalanan, tapi juga di ruang digital.

Polisi yang Datang Sebelum Masalah Muncul

Salah satu bukti perubahan itu adalah kehadiran program-program inovatif seperti:

Polisi RW, yang menjaga komunikasi antara aparat dan warga.

Polisi Sahabat Anak, yang mendidik generasi muda tentang pentingnya hukum dan nilai-nilai kemanusiaan.

Polisi Peduli Lingkungan, yang ikut dalam kerja bakti dan aksi sosial.

Polisi kini hadir tidak hanya saat ada kejahatan, tapi juga saat ada keluhan, musibah, hingga kegiatan gotong royong. Mereka belajar mendengar sebelum menindak.

Menatap Hari Bhayangkara: Refleksi dan Harapan

Setiap tanggal 1 Juli, Hari Bhayangkara diperingati. Tapi tahun ini terasa berbeda. Tema “Dari Keamanan Menuju Kepercayaan” bukan sekadar slogan seremonial, tapi arah nyata perubahan.

Publik tak lagi hanya menuntut polisi yang sigap, tapi juga yang berintegritas, terbuka, dan adil. Polisi yang bisa diajak bicara, bukan hanya ditakuti karena peluit dan senjatanya.

BACA JUGA :  Personel Satsamapta Polres Serang Respon Cepat aduan Masyarakat Untuk Evakuasi Pohon Tumbang di Jalan Raya

Masih banyak pekerjaan rumah. Masih banyak luka lama yang belum sembuh. Tapi langkah-langkah kecil menuju perubahan sudah dimulai. Dan yang terpenting: masyarakat mulai percaya lagi.

Ketika Polisi Menjadi Bagian dari Solusi, Bukan Ancaman

Ke depan, tantangan akan semakin kompleks. Tapi jika Polri mampu menjaga komitmen untuk terus mendekat, mendengar, dan melindungi, maka kepercayaan bukan lagi utopia—melainkan warisan nyata dari institusi ini untuk bangsa.

Karena pada akhirnya, rakyat tak butuh polisi yang sempurna—mereka hanya butuh polisi yang manusiawi.Wajah Polri berubah. Dari aparat yang ditakuti menjadi mitra masyarakat. Inilah kisah transformasi Polri menuju kepercayaan publik. (Budi/Red)